Hukum Pidana dan Hukum Perdata


HUKUM PIDANA DAN HUKUM PERDATA
Oleh: Zulfikri Armada


BAB I
PENDAHULUAN
            Kehidupan manusia  merupakan angrah Tuhan YME yang harus djalani oleh setiap  manusia berdasarkan aturan kehidupan ang lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk menyebut segala sesuatu yang bersifat mengatur kehidupan manusia. Bekerjanya sistem norma bagi manusia adalah bagaikan pakaian hidp yang menbuat manusia merasa aman  dan nyaman dalam menjalani tugas hidupnya.
            Sistem norma yang berlaku bagi manusia sekurnag-kurangnya terdiri atas 4 unsur norma, yakni norma moral, norma agama, norma  etika atau norma sopan santun serta norma hukum. Keempat norma kehidupan tersebut berjalan secara sistemik, simultan, dan komplementer bagi manusia, artinya saling bertautan dan saling melengkapi antara yang satu dengan yang lain.
            Istilah hukum Indonesia sering digunakan dalam kehiupan sehari-hari untuk menunjuk pada suatu sistem norma yang berlaku dan atau diberlakukan di Indonesia. Hukum Indonesia adalah hukum, sistem norma atau sistem atuaran yang berlaku di Indonesia. Dengan kata lain yang juga popular digunakan, Hukum Indonesia adalah hukum positif Indonesia, semua hukum yang dipositifkan atau yang sedang berlaku di Indonesia. Membicarakan Sistem Hukum Indonesia berarti








1. Hukum Acara Pidana
·         Hukum acara pidana adalah berbagai peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara memelihara dan mempertahankan Hukum Pidana Material atau berbagai peraturan yang mengatur bagaimana caranya mengajukan sesuatu perkara pidana ke muka pengadilan pidana dan bagaimana caranya hakim pidana memberikan putusannya.
·         Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum pidana. Hukum acara pidana di Indonesia diatur dalam UU nomor 8 tahun 1981.
·          Menurut Simon, Hukum Acara Pidana disebut juga hukum pidana formal untuk membedakannya dengan hukum pidana material. Hukum pidana material atau hukum pidana itu berisi petunjuk dan uraian tentang delik, peraturan tentang syarat-syarat dapatnya dipidana suatu perbuatan, petunjuk tentang orang yang dapat dipidana, dan aturan tentang pemidanaan : mengatur kepada siapa dan bagaimana pidana itu dapat dijatuhukuman. Sedangkan Hukum Pidana formal mengatur bagaimana negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan menjatuhukuman pidana, jadi berisi acara pidana.
·         Menurut VAN BEMMELEN: Ilmu hukum acara pidana mempelajari peraturanperaturan yang diciptakan oleh negara, krn adanya dugaan tjd pelanggaran UU pidana. Peraturan tsb mengatur serangkaian kegiatan yang terdiri dari:
1.      Negara melalui alat-alatnya menyidik kebenaran.
2.       Menyidik pelaku perbuatan pelanggaran UU Pidana.
3.       Mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menangkap, atau kalau perlu menahannya.
4.      Mengumpulkan bahan-bahan bukti yang diperoleh pd penyidikan guna dilimpahukuman kepada hakim dan membawa terdakwa kpd hakim tsb.
5.      Hakim memberi putusan tentang terbukti tidaknya perbuatan yang dituduhukuman kpd terdakwa, dan jika terbukti mk menjatuhukuman pidana atau tindakan tata tertib.
6.      Upaya hukum untuk melawan putusan tersebut.
7.       Melaksanakan putusan tentang pidana dan tindakan tata tertib itu.
.
B.Tujuan Dan Fungsi Hukum Acara Pidana
Didalam pedoman pelaksanaan KUHAP dijelaskan bahwa tujuan hukum acara pidana adalah “untuk mencari dan mendapatkan kebenaran materil yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat.”
Fungsi Hukum Acara Pidana:
·         Cara bagaimana Negara dengan alat –alat kekuasaannya menentukan kebenaran tentang terjadinya suatu peanggaran hukum pidana.
·         Untuk mencari si pelanggar hukum.
·         Tindakan-tindakan yang dijalankan untuk menangkap si pelangar hukum dan jika perlu untuk menahannya.
·         Usaha-usaha menyerahkan alat-alat bukti yang dikumpulkan dalam hal mencari kebenaran kepada hakim dan selanjutnya mengajukan si pelanggar hukum ke pengadilan.
·         Cara bagaimana hakim menjalankan pemerikasaan terhadap terdakwa didepan muka sidang dan menjatuh kan putusan tentang salah tidaknya terdakwa tersebut.
·         Upaya-upaya hukum yang dapat dijalankan terhadap putusan hakim
·         Cara bagimana putusan hakim itu harus dilaksanakan

 Orang yang dapat terlibat dalam hukum acara pidana:
1.      setiap orang atau warga
2.      para pejabat penyelidik atu penyidik tindak pidana, ex: polisi, bead dan cukai dll.
3.      para pejabat penuntut umum ( kejaksaan atau jaksa).
4.      para pejabat eksikusi pidana( para pejabat di lemabaga kemasyarakatan).
5.      penasehat hukum (yang membela atau memberikan abntuan hukum)ex: advokat.
6.      para pejabat di pengadilan (hakim)
Ilmu-ilmu yang membatu hukum acara pidana:
1.      ilmu logika yaiutu berpikir dengan akal yang sehat berdasarkan atas hubungan beberapa fakta, ilmu ini penting ketika adanya persangkaan dan pembuktian.
2.      ilmu psikologi, yaitu ilmu pengetahuan yang berusaha memahami sesama manusia untuk tujuan memperlakan nya …….?
3.      ilmu kriminalistik yaitu suatu pengetahuan yang berusaha untuk mennyelidiki kejahatandalam arti seluas-luasnyaberdasarkan bukti-bukti dan keterangan-keterangandengan mem prg unakan hasil yang ditemukanoleh ilmu pengetahuan lainya (ilmu ini dibantu oleh ilmufrorestik, teksiologi dan dll.
4.      ilmu psykiotri yaitu ilmu yang mempelajari jiwa manusia yang sakit (orang gila)
5.      ilmu kriminologi yaitu ilmu yang mempelajari kejahatan dan penjahat.
Kepentingan masyarakat dan individu dalam hukum acara pidana

Dalam hukum acara pidana ada dua kepentingan yang harus dijamin:
1.      kepentingan masyarakat, yaitu ketertiban umum dan ketertiban hukum harus dijamin
2.      kepentingan individu, yaitu hak-hak manusia yang harus dijamin.
B. Sumber Hukum Acara Pidana
  1. UUD 1945, Pasal 24 ayat (1), Pasal 25.
  2. KUHAP UU No.8 Tahun 1981, LN 1981 Nomor 76.
  3. Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU No.14 Tahun 1970 Nomor 74).
  4. PP Nomor 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP.
  5. UU No.5 Tahun 1986 tentang Mahukumamah Agung.
LAHIRNYA KITAB UNDANG – UNDANG HUKUM ACARA PIDANA

Setelah lahirnya orde baru terbukalah kesempatan  untuk membangun segala segi kehidupan. Puluhan undang – undang diciptakan, terutama merupakan pengganti peraturan warisan colonial.

Sejak Oemar Seno Adji menjabat Menteri Kehakiman, dibentuk suatu panitia di departemen Kehakiman yang bertugas menyusun suatu rencana undang – undang Hukum Acara Pidana. Pada waktu Mochtar Kusumaatmadja menggantikan Oemar Seno Adji menjadi Menteri Kehakiman, penyempurnaan rencana itu diteruskan. Pada Tahun 1974 rencana terseut dilimpahkan kepada Sekretariat Negara dan kemudian dibahas olehwmpat instansi, yaitu Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Hankam termasuk didalamnya Polri dan Departemen Kehakiman.

Setelah Moedjono menjadi Menteri Kehakiman, kegiatan dalam penyusunan rencana tersebut diitensifkan. Akhirnya, Rancangan Undang – undang Hukum Acara Pidana itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas dengan amanat Presiden pada tanggal 12 September1979 Nomor R.08/P.U./IX/1979.

Yang terakhir menjadi masalah dalam pembicaran Tim Sinkronisasi dengan wakil pemerintah, ialah pasal peralihan yang kemudian dikenal dengan Pasal 284.
Pasal 284 ayat (2) menjajikan bahwa dalam 2 tahun akan diadakan perubahan peninjauan kembali terhadap hukum acara pidana khusus seperti misalnya yang terdapat dalam Undang – undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tapi kenyataannya setelah 19 tahun berlakunya KUHAP, tidak ada tanda – tanda adanya usaha untuk meninjau kembali acara khusus tersebut, bahkan dengan PP Nomor 27 Tahun 1983 telah ditegaskan oleh Pemerintah bahwa penyidikan delik – delik dalam perundang – undangan pidana khusus tersebut, dilakukan oleh berikut ini. 
    1. Penyidik
    2. Jaksa.
    3. Pejabat Penyidik yang berwenang yang lain, berdasarkan peraturan perundang – undangan (Pasal 17 PP Nomor 27 Tahun 1983).

Rancangan Undang – Undang Hukum Acara Pidana disahkan oleh sidang paripurna DPR pada tanggal 23 September 1981, kemudian Presiden mensahkan menjadi undang – undang pada tanggal 31 Desember 1981 dengan nama KITAB UNDANG – UNDANG ACARA PIDANA (Undang – undang Nomor 8 Tahun 1981, LN 1981 Nomor 76, TLN Nomor 3209.



Asas dalam Hukum Acara Pidana
 1. Asas Legalitas

 (“Bahwa negara RI adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila & UUD 45 yang menjunjung tinggi HAM serta yang menjamin segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”)
Pelaksanaan penerapan KUHAP hrs bersumber pada titik tolak the rule of law sehingga setiap tindakan para penegak hukum harus:
1.      Berdasarkan ketentuan Hukum dan Undang-Undang
2.      Menempatkan kepentingan hukum dan per-Undang-Undangan di atas segala-galanya .
2. Asas Keseimbangan
Bahwa dalam setiap upaya penegakan hukum harus selalu mengusahakan keseimbangan antara:
1.      Perlindungan terhadap kepentingan dan ketertiban masyarakat. Dengan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia.
3. Asas Praduga Tak Bersalah
Ditinjau dari segi teknis yuridis atau dari segi teknis penyidikan dinamakan “prinsip akusatur (accusatory procedure / accusatorial system),” yakni:
1.      Menempatkan tersangka / terdakwa dalam setiap jenjang pemeriksaan sbg subyek dan bukan sbg obyek pemeriksaan, sehingga tersangka / terdakwa harus diperlakukan sebagai layaknya manusia yang mempunyai harkat, martabat, dan harga diri.
2.      Yang menjadi obyek dalam pemeriksaan adalah kesalahan / tindak pidana yang dilakukan tersangka / terdakwa.
 4. Asas Ganti Rugi dan Rehabilitasi
Pasal 95 KUHAP: Ganti rugi dpt dilakukan oleh tersangka, terdakwa, maupun terpidana atas akibat adanya penangkapan, penahanan, penuntutan, dan pengadilan serta tindakan lain yang:
- Tanpa alasan yang berdasarkan UU
- Kekeliruan atas orang
- Kekeliruan hukum yang diterapkan
Tuntutan ganti rugi diajukan melalui sidang praperadilan

 Pasal 97 : Rehabilitasi dapat diajukan oleh seseorang yang diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum atas putusan pengadilan yang telah incracht. Permintaan rehabilitasi tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang berdasarkan UU, atau kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan, yang tidak diajukan ke PN, diputus melalui sidang praperadilan (Psl 97 ayat 3)


5. Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan
Pasal 50: Setiap tersangka / terdakwa berhak:
- Segera mendapat pemeriksaan dari penyidik
- Segera diajukan kpd penuntut umum oleh penyidik
- Segera diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum
- Segera diadili oleh pengadilan
6. Asas Oportunitas / Deponering
Hak yang dimiliki oleh Kejaksaan selaku Penuntut Umum untuk tidak mengajukan tuntutan suatu perkara ke pengadilan atas pertimbangan demi kepentingan umum. Hal ini diatur dalam pasal 8 UU Pokok Kejaksaan No 15 Th 1961
7. Asas Pemeriksaan Pengadilan secara Terbuka untuk Umum
Pasal 153 (3) Untuk memenuhi tuntutan prinsip demokrasi dan transparansi maka tidak boleh ada yang dirahasiakan segala sesuatu yang menyangkut pemeriksaan tersangka / terdakwa. Akan tetapi terdapat perkecualian terhadap sidang kasus kesusilaan serta kasus dengan terdakwa anak-anak. Dan apabila asas ini dilanggar maka konsekuensinya putusan
pangadilan “batal demi hukum” (ayat 4).
















2. Hukum Acara Perdata
·         Hukum acara perdata adalah berbagai peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara memelihara dan mempertahankan Hukum Perdata Material atau berbagai peraturan yang mengatur bagaimana caranya mengajukan sesuatu perkara pidana ke muka pengadilan perdata dan bagaimana caranya hakim perdata memberikan putusannya.
·         adalah hukum yang mengatur tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum perdata. Dalam hukum acara perdata, dapat dilihat dalam berbagai peraturan Belanda dulu(misalnya; Het Herziene Inlandsh Reglement/HIR, RBG, RB,RO).
·          Menurut Van Dunne, bahwa hukum perdata merupakan suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat esensial bagi kebebasan individu, seperti orang dan keluarga, hak milik, dan perikatan.
Istilah hukum perdata pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Djojodiguno sebagai terjemahan dari Burgerlijkrecht di masapenjajahan Jepang.Hukum perdata disebut juga dengan hukum sipil (civil recht) dan hukum privat (privat recht).2
Adapun menurut Subekti, perkataan “hukumperdata” mengandung dua istilah, yaitu:  Pertama ,hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum “privatmeteriil”, yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan.  Termasuk dalam pengertian hukum perdata dalam arti luas ini adalah hukum dagang. Kedua, hukum perdata dalam arti sempit, dipakai sebagai lawan dari “hukum dagang”.
 Sumber hukum acara perdata yang paling utama antara lain:
·         UU No.14 Tahun 1970 tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman yang telah disempurnakan dengan UU No.43 tahun 1999
·         Herziene Inlands Reglemen (HIR) atau Reglemen Bumi Putera yang diperbaharui yang dikeluarkan oleh pemerintah HIndia Belanda Staadblad No.44 Tahun 1941 serta hukum Acara bagi masyarakat Jawa dan Madura (Recht Buiten Gewesten/RBG tahun 1943)
·         UU No. 14 tahun 1985 tentang mahkamah agung
·         UU No.2 tahun 1986 tentang peradilan Umum

B. Prinsip-Prinsip Hukum Acara Perdata
Implementasi dari hukum acara perdata didasarkan atas prinsip-prinsip atau asas-asas hukum acara perdata yang dikenal luas kalangan peradilan perdata, sebagai berikut:
1.      Hakim bersifat menunggu. Primsip Hukum ini bermakna bahawa inisiatif berperkara atau maju ke pengadilan sepenuh harus berasal dari pihak yang bersengketa, bukan dai hakim. Bahkan jikalau para pihak sudah berada didepan meja hijau pun, diteruskan atau dihentikannya perkara mereka, inisiatif sepenuhnya tetap menjadi hak para terdakwa. Oleh karenanya menjadi kewajiban hakim pada saat siding pertama, hakim wajib menawarkan perdamaian bagi para pihak. Artinya para pihak pada kesempatan pertama haurn diberikan kesempatan berdamai dan perkara yang mereka ajukan sebaikanya diselsaikan secara kekeluargaan diluar pengadilan. Prinsip hukum ini dikenal dengan pepatah “tidak ada tuntutan hak, tidak ada hakim”. Prinsip hukum ini  tercantum dalam Pasal 118 RIB dan pasal 142 RBG.
2.      Hakim  dilarang menolak perkara. Prinsip hukum inni bermakna apabila [erkara sudah masuk (didaftarkan ke) pengadilan, maka tidak ada alaasan bagi hakim untuk menolaknya dengan alasan tidak ada hukum dan aturannya. Prinsip ini mewajibkan para hakim untuk melakukan upaya menggali hukum atau menciptakan hukum yang baru sesuai kebutuhan para pihak. Prinsip ini tercantrum dalam pasal 14 UU No.17 Th.1970.
3.      Hakim bersifat aktif.  Prinsip hukum tersebuit menekankan bahwa apabila para pihak telah bersepakat jalur pengadilan adalah jalur yang dipilih, maka hakim haurs membantu para pencari keadilan serta berusaha keras untuk menemukan hukum yang seadil-adilnya dengan menegesampingkan hambatan dan rintangan untuk mencapai derajat peradilan yang cepat, murah dan bersahaja (sederhana) (pasal 5 ayat 2 UU No.14 tahun 1970.
4.      Hakim harus mendengar kedua belah pihak. Prinsip hukum ini bermakna bahwa dalam menemukan hukum yang seadil-adilnya hakim harus mendengarkan fakta, alasan, pertimbangan serta alat bukti yang dikesampingkan oleh kedua pihak secara berimbang, dan tidak memihak. Ini berarti bahwa hakim tidak bolehh haya mendengarkan salah satu pihak saja, karena lawannya pun harus mendapatkan kesempatan yang sama dan seimbang. Oleh karenanya kehadiran edua piahkk mutlak diperlukan
5.      Putusan harus disertai alasan. Prinsip hukum ini bermakna bahwa setiap putusan yang dijatuhkan oleh hakim senaniasa harus memiliki alasan yang objektif, factual serta logis dala bingkai hukum. Hanya dengan alasan yang factual logislah maka putusan hakim akan memiliki wibawa dan bisa dipertanggung jawabkan. (Pasal 23 UU No.14 Tahun 1970, pasal 184 (1) RIB)
6.      Peradilan bersifat sederhana, cepat dan berbiaya ringan (murah). Prinsip hukum merupakan dambaan para pencari keadilan bermakna bahwa proses peradilan berlangsung secara jelas tidak berbelit-belit, mudah dipahami para pihak serta lekas selesai. Dalam praktik peradilan (perdata) kondisi seperti ini sulit dicapai, karena seringkali suatu perkara tertunda-tunda sampai bertahun-tahun dan menghabiskan biaya yang tidak sedikit serta berjalan lambat, berbelit-belit dan membosankan para pencari keadilan (Pasak 4 (1) UU no. 14 tahun 1970)
7.      Peradilan berjalan Objektif (Prinsip Objektifitas). Prinsip hukum ini menekankan agar hakim(Prinsip Objektifitas). Prinsip hukum ini menekankan agar hakim berlsku objektif dan tidak memihak salah satu piahk yang berpekara  dengan dalih apapun kecuali kebenaran semata.
8.      Hakim tidak menguji UU (menguji tidak dikenal). Prinsip hukum ini bermakna bahwa hakim Indonesia tidak mempunyai hak untuk menguji UU. Mahkamah Agung diberi hak untuk menguji peraturan perundang-undangan yang tingkatnya dibawah undang-undang dengan konsekuensi dapat menepatkan atau menyatakan sah atau tidaknya peraturan perundang-undangan tersebut.
c. Alat Bukti Persidangan
Dalam peradilan perdata, kebenaran yang harus dicapai pada prinsip adalah kebenaran yang hakiki. Akan tetapi pada umumnya yang bisa dan maksimal dicapai oleh proses peradilan perdata lazim disebut kebenaran formal, yaitu kebenaran yang dicari para pihak berdasarkan alat-alat buktiyang disampaikan oleh para pihak. Alat bukti yang bisa disampaikan oleh para pihak menurut Sudikno Mertokusumo (1981: 93-150) meliputi:
a)      Alat bukti tertulis yaitu alat bukti yang sah secara hukum, yang ditandai oleh tanda tangan yang sah, materai atau cap (akta otentik) atau akta dibawah tangan.
b)      Kesaksian, baik saksi biasa atau saksi mata (yang memberikan kesaksian berdasarkan apa yang dilihat, dirasakan atau ditangkap dengan panca indra lainnya maupun saksi ahli (yang memberikan kesaksian berdarkan kesaksian berdasarkan pengetahuan yang dimiliki saksi)
c)      Pengakuan, yaitu petunjuk yang diakui atau dinyatakan oleh para pihak.
d)     Persangkaan (presumptions) yaitu dugaan kuat teah terjadi atau dilakukannya wanprestasi oleh tergugat dan dugaan ini oleh penggugat dijadikan dasar tuntutan ke pengadilan.
e)      Sumpah, yaitu pernyataan khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat akan sifat mahakuasa dari tuhan.
Dalam hukum acara perdata dikenal 3 macam sumpah, yaitu:
1)     Sumpah Suppletoir,  yaitu sumpah pelengkap, yang diperintahkan hakim karena jabatanya kepada salah satu pihak untuk melengkapi pembuktian perisitwa yang menjadi sengketa sebagai dasar putusan.
2)     Sumpah Estimator, yaitu sumpah penaksiran, yang diperintahkan oleh hakim kepada penggugat untuk menentukan jumlah ganti kerugian.
3)     Sumpah Decisoir, yaitu sumpahh penentu atau sumpah pemuutus, yang dimintakan oleh salah satu pihak kepada pihak yang lain. Pihak yang meminta pihak lain menyatakan sumpah disebut deferent, sedangkan pihak yang mengucapkan sumpah di sebut delaat.


Asas-asas dalam Hukum Acara Perdata

A. Asas Kebebasan Hakim
B. Hakim Bersifat Menunggu
C. Peradilan Terbuka Untuk Umum
D. Asas Hakim Bersikap Pasif ( Tut Wuri )
E. Asas Kesamaan ( Audi et Alteram Partem)
F. Asas Obyektivitas
G. Putusan Disertai Alasan
H. Tidak ada keharusan untuk mewakilkan
I. Beracara Dikenakan Biaya
J. Peradilan dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
K. Peradilan dilakukan dengan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan

0 comments: