PANCASILA BUKAN RUMUS KODE BUNTUT !

         
        Kasus penembakan misterius Polisi yang baru-baru ini terjadi di jakarta, kerisuhan Pilkada di Sulawesi Barat, aksi pengibaran bendera GAM di Aceh,  Gerakan separatisme yang mulai menghangat lagi di Papua. Kasus korupsi yang tak berkurang juga intensitasnya. Rasanya sudah cukup jelas, sebagai tamparan keras kepada kita sebagai bangsa yang telah menyepakati sebuah konsensus nilai-nilai filsafat hidup rukun bersama yang kita sebut dengan Pancasila.

Sepertinya kita sudah mulai menjauh dan terbiasa untuk “pisah ranjang” dengan Pancasila sebagai pegangan hidup dan ideologi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai luhur bangsa yang terkristalisasi didalam sila-sila Pancila, tampaknya sudah mulai kehilangan pamor dan kurang mendaptkan ruang yang cukup didalam mengisi gerak dan dinamika kehidupan Negara tercinta ini.

Kita harus mengingat kembali bahwa substansi dari atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa pada pembukaan UUD 1945, adalah Sang-Khalik telah merahmati bangsa Indonesia dengan bekal butir-butir mutiara kehidupan berupa nilai-nilai Pancasila yakni: Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan nilai-nilai Pancasila inilah kemudian disusun kemerdekaan Kebangsaan Indonesia dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dalam rangka melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
           
Apa daya, rupanya gayung tak bersambut. Pancila yang seharusnya dijadikan fondasi dasar sekaligus pilar penyangga dan lantera penunjuk arah NKRI yang aman, makmur, dan sejahtera, belum terpatri betul baik pada penyelenggara maupun masyarakat sebagai bagian yang integral dalam entitas Kebangsaan.  Pelayanan publik yang masih belum mumpuni, penegakan hukum yang cenderung “lemah syahwat”, masih rendahnya budaya partisipatif masyarakat, dan melunturnya semangat kebhinekaan dan kegotongroyongan baik dalam tataran makro dan mikro, membuat kita harus banyak-banyak beristighfar dan merekonsiliasi kembali pembumian nilai-nilai Pancasila di Republik yang kita cintai ini.
           
Pancasila merupakan sistem filsafat. Setiap bangsa berbudaya dan beradab menegakkan sistem kenegaraannya berdasarkan suatu sistem filsafat, dan atau sistem ideologi; yang terjabar dan ditegakkan dalam integritas UUD/Konstitusi negara (Noor Syam). Berbagai bangsa dan negara modern dewasa kini menegakkan dan membudayakan filsafat kenegaraanya dengan penuh kebanggaan dan loyalitas tanpa batas, sebut saja: Teokratisme, Zionisme, Liberalisme-Kapitalisme; Sosialisme; Naziisme-Francisme; Marxisme-Komunisme; dan yang terakhir yang bernas dan paripurna dan yang seharusnya kita banggakan adalah Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD 1945, yang jika kita jalankan dengan penuh kebanggan dan kesadaran dalam seluruh aspek kehidupan, maka akan mengantarkan kita kepada bangsa yang adil, makmur, aman dan sejantera.
           
Dengan momentum hari kesaktian Pancasila ini, mari kita kembali menggelorakan semangat kebangsaan untuk kembali mengenal dan mencintai nilai-nilai yang terkandung didalam Pancasila itu sendiri.

 Ingatlah,,,

Garuda bukan burung perkutut
Sang saka bukan sandang pembalut
Dan coba kau dengarkan
Pancasila itu bukanlah rumus kode buntut !
Yang hanya berisikan harapan!
Yang hanya berisikan khayalan!   (Iwan Fals)

Wassalam..(ZA)

                

0 comments: