“Atas
berkat rahmat Allah yang maha kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur
supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini
menyatakan kemerdekaannya.”
Sebuah kehormatan bagi saya pada
hari ini diberikan kesempatan untuk berdiskusi besama keluarga besar BKPRMI
dalam kegiatan “Diklatnas Kader Ummat dan Bangsa Angkatan I Tahun 2016”. Tema yang
diamanahkan untuk saya bahas pada hari ini ialah tentang “Ideologi, Pancasila
dan NKRI” sebuah topik bahasan yang
menurut saya sangat strategis serta membutuhkan kajian yang mendalam dan waktu
yang tidak sebentar jika ingin kita diskusikan secara tuntas. Namun pada kesempatan
ini setidaknya kita mencoba untuk dapat merunut benang merah yang dapat sedikit
memberikan prespektif baru tentang bagaimana hubungan Ideologi, Pancasila dan NKRI dalam konteks kekinian di
Indonesia.
Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa
Sebuah
negara membutuhkan weltanschauung
atau landasan filosofis, selanjutnya landasan filosofis tersebut lah yang akan
digunakan sebagai pedoman untuk menyusun visi dan misi serta tujuan bernegara.
Tanpa weltanschauung negara akan
terombang ambing bagai kapal tanpa nahkoda ditengah gelombang yang ganas, hanya
tinggal menunggu waktu saja untuk melihat kapal tersebut tenggelam dan lenyap
tersapu oleh ombak. Atas dasar itulah kristalisasi dari nilai-nilai luhur
bangsa indonesia, oleh founding fathers kita kemudian dirumuskan menjadi 5
falsafah dasar yang kemudian kita kenal dengan Pancasila yang kemudian kita
gunakan sebagai Ideologi berbangsa dan bernegara. Pancasila merupakan ideologi
yang lahir dari keinsyafan dan kesadaran penuh para bapak bangsa bahwa
kemerdekaan Indonesia tidak lain adalah sebuah rahmat dan karunia dari Allah
yang maha kuasa, sebagaimana kutipan salah
satu frasa pembukaan UUD 1945 yang saya sampaikan pada
awal pembukaan diatas. Ideologi ini
memiliki dimensi religiusitas, keadilan sosial, dan
prisip-prinsip demokrasi yang berurat berakar,
tumbuh ditengah-tengah masyarakat Indonesia yang begitu heterogen.
Kemudian yang perlu menjadi catatan
bersama ialah ideologi Pancasila
disusun oleh para bapak bangsa kita yang sebagian besar adalah ulama yang hanif lagi
bijaksana. Pertanyaan yang menggantung kemudian
adalah, jika perumus weltanschauung dan pelopor utama kemerdekaan negeri ini
sebagian adalah para Ulama
lantas mengapa pada saat itu mereka
tidak melembagakan Islam dalam bentuk formil dalam
konteks bernegara dan kemudian menjadikan Teokrasi Islam sebagai
dasar Negara. Mengapa justru Pancasila yang
menjadi pilihan dan bertahan hingga saat ini? Menurut
hemat saya ada beberapa faktor penyebab: pertama penafsiran dan pemahaman muslimin Indonesia yang khas tentang hubungan
antara agama dan negara (din wa
siyasah); kedua, arus utama corak
keislaman penduduk muslim di Indonesia yang dapat kita sebut dengan istilah
Islam Washatiyah (Islam jalan tengah) pada umumnnya kaum muslimin Indonesia
tidak terlalu suka dengan berbagai bentuk ekstrim dalam konteks indeologi,
apakah itu ekstrim kanan (fundamentalis)
maupun ekstrim kiri (marxis). Meskipun dalam perjalanan sejarah selalu ada
upaya untuk menyebarkan wacana satu praksis ekstrim, muslim Indonesia pada
umumnya tidak tertarik untuk mengikutinya; ketiga,
tradisi dan realitas sosial budaya di Indonesia yang begitu heterogen; keempat latar belakang historis,
Indonesia terbentuk dengan cara yang unik, jika Jerman, Inggris, Perancis dan
Italia menjadi negara karena kesamaan bahasa. Lalu Australia, Srilangka,
Singapura, yang menjadi satu negara karena kesamaan daratan. Atau Jepang, Korea
dan China yang menjadi satu negara karena kesamaan ras. Indonesia justru
sebaliknya, Indonesia adalah negara yang berdiri diatas keberagaman, wilayahnya
terdiri dari 17.000 Pulau, penduduknya terdiri dari 1.340 suku bangsa dan
memiliki lebih dari 700 Bahasa, atas dasar itulah Pancasila dipilih sebagai
landasan ideologi negara kita.
Menjadikan Pancasila sebagai
ideologi Negara tidak serta merta mengurangi sedikitpun “keislaman” kita,
justru Pancasila itu sendiri merupakan ikhtiar untuk menghadirkan islam yang
rahmatan lil alamin dalam konteks penerapannya secara substansialitas dalam
kehidupan sehari-hari, bukankah menjadi manusia yang Berketuhanan Yang Maha
Esa, menciptakan keadilan sosial dalam menbangun peradaban, menjalin
persatuan/ukhuwah, membangun sistem permusyawaratan dalam merumuskan kebijakan
adalah prinsip-prinsip yang diperjuangkan Rasulullah demi terciptanya
masyarakat madani di muka bumi ini.
Konsep Negara
Kesatuan Republik Indonesia
Berdasarkan beberapa teori modern, ada dua bentuk
negara modern yang menjadi corak umum yang dipakai diberbagai belahan dunia,
yang pertama ialah Negara Serikat atau Federasi dan selanjutnya ialah Negara
Kesatuan atau Unitarisme. Kesadaran bahwa Indonesia ialah sebuah negara besar
yang dibangun atas berbagai keberagaman (heterogenitas) baik dari aspek geografis,
demograis dan kulutral, oleh para pendiri bangsa dibangun sebagai sebuah Negara
Kesatuan (Unitary State), sehingga lahirlah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
Negara Kesatuan (Unitary State) ialah bentuk Negara
dimana wewenang legislasi tertinggi dipusatkan pada satu badan legislatif
nasional pusat. Azas yang mendasari Negara kesatuan ialah azas unitarisme, yang
dirumuskan oleh Dicey sebagai “..The habitual exercise of supreme legislative
authorIty by one central power”[3].. Negara
kesatuan ialah suatu negara yang merdeka dan berdaulat dimana seluruh negara
yang berkuasa hanyalah satu pemerintah (Pusat) yang mengatur seluruh daerah.
Negara Kesatuan dapat dibedakan kedalam 2 bentuk:
1.
Negara Kesatuan dengan sistem sentralisasi.
2.
Negara Kesatuan dengan sistem desentralisasi.
Negara Kesatuan Republik
Indonesia adalah Negara Kesatuan dengan sistem desentralisasi. Perlu difahami
bahwa meskipun Pemerintah Daerah diberikan kesempatan dan kekuasaan untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (otonomi daerah) dengan asas
desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan, Pemerintah Pusat tetap
mempunyai hak untuk mengawasi Daerah-Daerah Otonom tersebut. Dikarenakan
wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri tersebut merupakan pelimpahan
dari Pemerintah Pusat dan juga dikarenakan tanggung jawab tertinggi
penyelenggaraan negara terletak ditangan Presiden.
Urusan pemerintah
dibidang Hankam; Moneter dan Fiskal
Nasional; Yustisi dan Politik Luar Negeri menjadi domain mutlak Pemerintah
Pusat (urusan absolut). Selebihnya, menjadi domain Pemerintah Daerah, yang
dibagi menjadi urusan wajib dan urusan pilihan (urusan konkuren). Dengan
penyerahan kewenangan-kewenangan urusan-urusan tertentu menjadi urusan rumah
tangga Daerah oleh Pemerintah Pusat, maka terjadilah hubungan kewenangan. Untuk
keperluan tersebut, kepada Daerah-Daerah Otonom diberikan sumber-sumber
pendapatan tertentu oleh Pemerintah Pusat. Dengan demikian terjadilah hubungan
keuangan antara keduanya. Agar supaya urusan-urusan yang diserahkan dapat
diselenggarakan sesuai dengan tujuannya dalam arti sesuai dengan tujuan
penyerahan urusan-urusan tersebut yaitu membantu tercapainya tujuan Negara,
maka perlu diadakan pengawasan oleh Pemerintah Pusat terhadap Daerah-Daerah
Otonom tersebut. Pengawasan ini sangat penting sebab bagaimanapun juga tanggung
jawab terakhir dalam penyelenggaraan pemerintah seluruhnya berada di pundak
Pemerintah Pusat, sesuai dengan hakikat dari Negara Kesatuan.
Masa
depan Pancasila
Sosiolog Talcott Parsons dalam
bukunya Social menyatakan, bila suatu masyarakat ingin tetap eksis dan lestari,
ada empat pardigma fungsi (function paradigm) yang harus terus menerus
dilaksanakan oleh masyrakat bersangkutan. Pertama, pattern maintenance,
kemampuan memelihara sistem budaya yang dianut, karena budaya adalah endapan
perilaku manusia. Budaya itu sendiri akan berubah karena terjadi transformasi
nilai dari masyarakat terdahulu ke masyarakat kemudian, tetapi dengan tetap
memelihara ilai-nilai yang dianggap luhur, karena tanpa hal itu akan terbentuk
masyarakat baru yang lain.
Kedua,
kemampuan masyarkat berdaptasi dengan dunia yang berubah cepat. Sejarah
membuktikan, banyak peradaban masyarkat hilang karena tidak mampu beradabtasi
dengan perubahan dunia. Masyarakat yang mampu menyesuaika diri dengan perubaha
serta mampu memanfaatkan peluang yang timbul akan unggul
Ketiga,
adanya fungsi integrasi unsur-unsur masyarakat yang beraneka raga secara
terus-menerus sehingga terbentuk kekuatan setripugal yang semakin menyatukan
masyarakat tersebut.
Keempat,
masyarakat perlu memiliki goal attainment atau tujuan bersama yang dari asma ke
masa bertransfromasi karena terus-menerus di perbaiki oleh masyarakat dan para
pemimpinnya. Bila negara kebangsaan Indonesia terbentuk oleh kesamaan sejarah,
maka kedepan perlu dimantapkan oleh kesamaan cita cita, pandangan harapan dan
tujuan tentang masa depan.
Argumen
yang dibangun Parsons mengantarka kita pada satu perenungan bahwa jika Inonesia
sebagai satu negara-bangsa ingin tetap mempertahankan eksistensinya dalam
sejarah peradaban dunia ini maka kemampuan kita sebagai masyarakat untuk bisa
menjadi muslim yan baik dan dapat memanifestasikan nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan sosial kita sehari-hari adalah salah satu kucinya, karena jika boleh
jujur Islam, Pancasila dan Kemerdekaan Indonesia adalah ketunggalan dalam satu
tarikan nafas.
0 comments: