BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Walaupun hingga saat ini tidak ada konsensus baku
tentang definisi pembangunan yang diterima secara luas, namun umumnya dipahami
bahwa pembangunan secara filosofis adalah upaya yang sistimatis dan
berkesinanmbungan untuk mencipataka berbagai alternative yang sah bagi
pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Namun pada dasarnya pembangunan merupakan suatu proses
perubahan-perubahan ke arah yang dikehendaki. Dengan demikian proses
pembangunan adalah upaya menciptakan perubahan ke arah yang diinginkan, dengan
kata lain pembangunan adalah suatu proses yang memiliki tujuan dan terencana.
Oleh karena itulah saya sebagai praja, memandang
betapa pentingya menyusun makalah sederhana tentang peranan Ilmu Kewilayahan dalam
proses menciptakan pembangunan yang tidak hanya memiliki tujuan dan rencana
yang jelas, lebih dari itu, ilmu kewilayahan diharapkan dapat memberikan
singkronisasi antara pembangunan dan pemerataan lintas sektor dan menyentuh
berbagai lapisan dan kalangan, baik itu aspek fisik maupun pembanguna non
fisik, sosiokultural, dsb.
Ilmu kewilayahan tidak hanya dipandang sebagai ilmu
murni tetapi juga merupakan applied science yang sangat berhubugan erat dengan
fakta-fakta fenomena paradigma pembangunan yang terjadi di lapangan pada saat
ini.
Saya mencoba mengkaitkan dan memaparkan penerapan
praktis ilmu kewilayahan pada proses pembanugunan di daerah saya, yaitu
Kabupaten Bungo. Yang dipandang cukup sukses bertransformasi dari daerah yang
tertinggal menuju kearah daerah yang mandiri di Provinsi Jambi
1.2 Tujuan
Di masa lalu, pembangunan sempat dipahami hanya
sebatas suatu proses pertumbuhan ekonomi, tanpa memperhaitkan aspek sosiologis,
cultural, dan aspek-aspek lainya. Dengan keterbatassan ilmu yang saya miliki, makalah
ini mencoba mengupas pandangan awam dan sederhan tentang peranan Ilmu kewilayan
terahadap pembangunan kabupaten yang tertinggal maupu berkembang. Karena
Lahirnya ilmu kewilayahan khususnya regional development dan regional sciences pada dasarnya adalah bentuk-bentuk kritik atas cara
pandang pendekatan-pendekatan pembangunan yang terlalu sering melihat dari kacamata
makro, dan hanya dalam bentuk pembanguna fisik semata
BAB II
ISI
I.
Sekilas Tentang Kabupaten Bungo
1. 1 Kondisi Geografis
Kabupaten Bungo sebagai salah satu daerah
Kabupaten/kota dalam provinsi Jambi, semula merupakan bagian dari Kabupaten Merangin,
sebagai salah satu kabupaten dari keresidenan Jambi yang tergabung dalam
propinsi Sumatera Tengah berdasarkan Undang-Undang nomor 10 tahun 1948.
Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1956, Kabupaten Merangin yang semula Ibukotanya berkedudukan di Bangko di
pindahkan ke Muara Bungo.
Pada tahun 1958 rakyat Kabupaten Merangin
melalui DPRD peralihan dan DPRDGR bertempat di Muara Bungo dan Bangko
mengusulkan kepada Pemerintah Pusat agar :
- Kewedanaan Muara Bungo dan Tebo menjadi
Kabupaten Muara Bungo Tebo dengan Ibukota Muara Bungo.
- Kewedanaan Sarolangun dan Bangko menjadi
kabupaten Bangko dengan Ibukotanya Bangko.
Sebagai perwujudan dari tuntutan rakyat
tersebut, maka keluarlah Undang-undang Nomor 7 Tahun 1965 tentang pembentukan
Daerah Kabupaten Sarolangun Bangko berkedudukan di Bangko dan kabupaten Muara
Bungo Tebo berkedudukan di Muara bungo Yang mengubah Undang Undang Nomor 12
tahun 1956.
Seiring dengan pelantikan M.Saidi sebagai
Bupati diadakan penurunan papan nama Kantor Bupati Merangin dan di ganti dengan
papan nama Kantor Bupati Muara Bungo Tebo, maka sejak tanggal 19 Oktober 1965
dinyatakan sebagai, Hari Jadi kabupaten Muara Bungo Tebo. Untuk memudahkan
sebutannya dengan keputusan DPRGR kabupaten daerah Tingkat II Muara Bungo Tebo,
ditetapkan dengan sebutan Kabupaten Bungo Tebo.
Seiring dengan berjalannya waktu melalui
Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 Kabupaten Bungo Tebo dimekarkan menjadi 2
Wilayah yaitu Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo.
Data Tahun 2005, terdapat pemekaran sebanyak 8
Kecamatan sehingga total menjadi 17 kecamatan. Kecamatan-kecamatan tersebut
adalah Pasar Muara Bungo, Rimbo Tengah, Bungo Dani, Bathin III, Tanah Tumbuh,
Rantau Pandan, Jujuhan, Tanah Sepenggal, Limbur Lubuk Mengkuang, Pelepat,
Pelepat Ilir, Muko-Muko Bathin VII, Bathin II Babeko, Tanah Sepenggal Lintas,
Jujuhan Ilir, Bathin III Ulu dan Bathin II Pelayang.
- Kabupaten Bungo terletak di bagian Barat
Propinsi Jambi dengan luas wilayah sekitar 7.160 km2. Wilayah ini secara
geografis terletak pada posisi 101º 27’ sampai dengan 102º 30’ Bujur Timur
dan di antara 1º 08’ hingga 1º 55’ Lintang Selatan.
- Berdasarkan letak geografisnya Kabupaten
Bungo berbatasan dengan Kabupaten Tebo dan Kabupaten Darmasraya di sebelah
Utara, Kabupaten Tebo di sebelah Timur, Kabupaten Merangin di sebelah
Selatan, dan Kabupaten Kerinci di sebelah Barat.
- Wilayah Kabupaten Bungo secara umum adalah
berupa daerah perbukitan dengan ketinggian berkisar antara 70 hingga 1300
M dpl, di mana sekitar 87,70 persen di antaranya berada pada rentang
ketinggian 70 hingga 499 M dpl. Sebagian besar wilayah Kabupaten Bungo
berada pada Sub Daerah Aliran Sungai (Sub-Das) Sungai Batang Tebo. Secara
geomorfologis wilayah Kabupaten Bungo merupakan daerah aliran yang
memiliki kemiringan berkisar antara 0 – 8 persen (92,28 persen).
- Sebagaimana umumnya wilayah lainnya di
Indonesia, wilayah Kabupaten Bungo tergolong beriklim tropis dengan
temperatur udara berkisar antara 25,8° - 26,7° C.Curah hujan di Kabupaten
Bungo selama tahun 2004 berada di atas rata-rata lima tahun terakhir yakni
sejumlah 2398,3 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 176 hari atau rata
rata 15 hari per bulan dan rata rata curah hujan mendekati 200 mm per
bulan
1. 2 Demografi
Secara administratif, Kabupaten Bungo yang
berpenduduk 381.221 jiwa (akhir tahun 2005), terdiri dari 17 kecamatan yang
meliputi 13 kelurahan dan 124 desa. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah Pasar
Muara Bungo, Rimbo Tengah, Bungo Dani, Bathin III, Tanah Tumbuh, Rantau Pandan,
Jujuhan, Tanah Sepenggal, Limbur Lubuk Mengkuang, Pelepat Ilir, Muko-Muko
Bathin VII, Bathin II Babeko, Tanah Sepenggal Lintas, Jujuhan Ilir, Bathin III
Ulu dan Bathin II Pelayang.
II. Proses Pembangunan di Kabupaten Bungo
Dalam membuat keputusan atau
perencanaan mengenai pembangunan, dimensi wilayah merupakan faktor yang harus
diperhitungkan dalam menganalisis dan menentukan di mana suatu program atau
proyek diletakkan dalam perencanaan pembangunan. Penentuan lokasi suatu
industri atau unit produksi pada umumnya dikaitkan dengan lokasi sumber bahan
mentah dan wilayah pasarnya. Kriteria yang digunakan dapat bermacam-macam,
misalnya biaya transportasi yang terendah, tersedianya sumber tenaga kerja
dalam jumlah yang relatif banyak dan murah, tersedianya sumber daya air dan
energi yang cukup besar, ataupun daya tarik lainnya berupa penghematan
lokasional (locational economics) dan penghematan aglomerasi (agglomeration
economics).
Landasan ilmu kewilayahan didalam
pembangunan didasarkan pada adanya keberagaman sumber daya fisik, keberagaman
sumber daya manusia dan keberagaman sumber daya produksi.
2.1 Sumber daya Fisik
Sumber daya fisik, baik yang alami
(sumber daya alam) dan yang buatan (sumber daya buatan) serta kondisi fisik
lingkungan. Keberadaan sumber daya fisik tersebut mempunyai peranan penting;
Pertama, efisiensi dan produktivitas dapat dipenuhi dengan adanya alokasi
sumber daya fisik wilayah dilakukan secara tepat, sehingga peruntukan berbagai
kawasan dapat sesuai dengan kemampuan dan kesesuaiannya. Oleh karena itu,
peruntukan kawasan budidaya pertanian misalnya, haruslah dilakukan pada lokasi
yang tepat (teori lokasi), serta harus ditunjang oleh kemampuan dan kesesuaian
fisik lahan yang cukup. Kedua, unsur fisik dapat memenuhi tujuan keadilan dan
keberimbangan hanya jika alokasi sumberdaya fisik dapat bermanfaat bagi wilayah
yang bersangkutan dan memberikan dampak positif bagi wilayah di sekitarnya.
Dalam hal ini, disparitas antar wilayah dapat dikurangi bila sumberdaya yang
terdapat pada wilayah yang tertinggal dapat dialokasikan dan memberikan manfaat
pada wilayah yang bersangkutan.
Dengan demikian, fenomena seperti backwash
effect dan lingkaran perangkat kemiskinan (the visious circle) dapat
dihindari oleh wilayah yang tertinggal. Ketiga, tujuan untuk menjaga
keberlanjutan (sustainability), hanya mungkin dicapai bila alokasi
sumber daya fisik wilayah dilakukan dengan cara bijaksana sesuai dengan
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, unsur fisik
penataan ruang harus diperlakukan sesuai dengan daya dukung, daya tampung dan
potensi wilayah. Secara umum sumber daya alam diklasifikasikan atas:
·
sumber daya alam yang
tidak dapat diperbaharui (non renewable resources) Sumber daya yang
dapat diperbaharui atau disebut juga sebagai “flow”, yaknisumber daya
yang supply-nya dapat mengalami regenerasi secara terus menerusbaik
secara biologi maupun non biologi. Sumber daya alam ini benar-benarsupply-nya
tidak terbatas (infinite) dan ada juga yang bersifat dapat diperbaharui
sepanjang laju pemanfaatannya tidak melampaui titik kritis pemanfaatan sepeti
sumber daya alam dapat diperbaharui melalui proses biologi (ikan, hutan, dan
lain-lain) dan non biologi (air dari mata air, situ, dan lain-lain).
·
sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable
resources). Sumber daya alam yang tidakdapat diperbaharui (sumber daya
stok) bersifat exhaustable seperti logam, minyak bumi, mineral, dan gas
adalah sumber daya dengan supply terbatas. Eksploitasi sumber daya ini
akan menurunkan cadangan dan ketersediaanya.
Dalam penerapan pemanfaatan sumber
daya alam ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam keterkaitan
pengelolaan yang berkelanjutan
ü Sumberdaya
alam dapat Diperbaharui, yang berkategori pemanfaatan berkelanjutan apabila
Laju ekstraksi/pemanenan tidak melebihi laju regenerasinya
ü Sumberdaya
alam tidak dapat diperbaharui yang berkategori pemanfaatan berkelanjutan
apabila Laju ekstraksi/pemanenan tidak melebihi laju kemampuan produksi
substitusinya, Laju produksi tidak melebihi laju pemanfaatan kembali oleh
aktivitas (industri) lain dan laju pendaurannya
Pembangunan di kabupaten bungo
didasari oleh pembagian wilyah-wilayah fungsional berdasarkan potensi sumber
daya alam yang tersedia, daerah pusat industri dan perkantoran. Sektor yang
dijadikan prioritas adalah sektor pertanian dalam arti luas, kehutanan dan
sumber daya air serta pertambangan. Pembangunan dan pengembangan agribisnis
disertai dengan agroindustri, hasil hutan dan pertambangan yang menjadi prioritas
utama akan memacu berkembangnya sektor industri dan jasa, yang dengan
sendirinya mempercepat transformasi struktur perekonomian daerah.
Pemilihan Agribisnis didasarkan pada
suatu pemahaman bahwa agribisnis merupakan kegiatan bisnis yang terdapat pada
sistim produksi, distribusi, dan konsumsi produk hayati (tanaman, ternak, ikan,
dan sebagainya), mulai dari pengadaan sarana produksi sampai produk dan
akhirnya dikonsumsi.
Pengembangan sistim agribisnis
berikut pengembangan agroindustri memiliki dampak yang sangat luas:
- Erat kaitannya dengan
pemberdayaan ekonomi rakyat, karena penumbuhan agribisnis berikut
pengembangan agroindustri sebagian besar melibatkan masyarakat secara
luas. Hal ini juga berarti penciptaan kesempatan kerja dan menjadi bagian dari
upaya pengentasan kemiskinan.
- Pengembangan agribisnis berikut
pengembangan agroindustri berkaitan dengan pengembangan wilayah serta
pemerataan pembangunan. Melihat potensi agribisnis yang merata di
Kabupaten Nabire, pengembangan agribisnis berikut pengembangan
agroindustri dapat menjadi sarana paling prospektif dalam kaitannya dengan
otonomi daerah.
- Pengembangan agribisnis berikut
pengembangan agroindustri dapat mendorong ekspor, meningkatkan laju
pertumbuhan sektor pertanian, dan mendorong perolehan nilai tambah.
Namun disadari bahwa pembangunan dan
pengembangan tersebut memerlukan investasi yang sangat besar dan didukung oleh
sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk itu disusun kebijakan pemerintah
yang mampu memacu investasi swasta, antara lain deregulasi dalam birokrasi
pelayanan dan perizinan serta memangkas berbagai pungutan
2.2
Indikator-Indakator Pembangunan Yang Ideal
Pembangunan dan capaian arah
perkembangan suatu region dapat dilihat dari Indikator-indikator yang terukur
dan dapat memetakan keadaan ril suatu wilayah, sehingga data yang diperoleh
dapat dijadikan tolak ukur dan bahan pertimbangan bagi pengambilan kebijakan
dimasa yang akan dating, indikator-indikator yang saya maksudkan antara lain:
|
0 comments: