MAKALAH ILMU KEWILAYAHAN (REGIONAL SCIENCE)

HARMONISASI DAN IMPLEMENTASI ILMU KEWILAYAHAN DALAM DINAMIKA PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BUNGO (PROVINSI JAMBI)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Walaupun hingga saat ini tidak ada konsensus baku tentang definisi pembangunan yang diterima secara luas, namun umumnya dipahami bahwa pembangunan secara filosofis adalah upaya yang sistimatis dan berkesinanmbungan untuk mencipataka berbagai alternative yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Namun pada dasarnya pembangunan merupakan suatu proses perubahan-perubahan ke arah yang dikehendaki. Dengan demikian proses pembangunan adalah upaya menciptakan perubahan ke arah yang diinginkan, dengan kata lain pembangunan adalah suatu proses yang memiliki tujuan dan terencana.

Oleh karena itulah saya sebagai praja, memandang betapa pentingya menyusun makalah sederhana tentang peranan Ilmu Kewilayahan dalam proses menciptakan pembangunan yang tidak hanya memiliki tujuan dan rencana yang jelas, lebih dari itu, ilmu kewilayahan diharapkan dapat memberikan singkronisasi antara pembangunan dan pemerataan lintas sektor dan menyentuh berbagai lapisan dan kalangan, baik itu aspek fisik maupun pembanguna non fisik, sosiokultural, dsb.
Ilmu kewilayahan tidak hanya dipandang sebagai ilmu murni tetapi juga merupakan applied science yang sangat berhubugan erat dengan fakta-fakta fenomena paradigma pembangunan yang terjadi di lapangan pada saat ini.
Saya mencoba mengkaitkan dan memaparkan penerapan praktis ilmu kewilayahan pada proses pembanugunan di daerah saya, yaitu Kabupaten Bungo. Yang dipandang cukup sukses bertransformasi dari daerah yang tertinggal menuju kearah daerah yang mandiri di Provinsi Jambi

1.2 Tujuan
Di masa lalu, pembangunan sempat dipahami hanya sebatas suatu proses pertumbuhan ekonomi, tanpa memperhaitkan aspek sosiologis, cultural, dan aspek-aspek lainya. Dengan keterbatassan ilmu yang saya miliki, makalah ini mencoba mengupas pandangan awam dan sederhan tentang peranan Ilmu kewilayan terahadap pembangunan kabupaten yang tertinggal maupu berkembang. Karena Lahirnya ilmu kewilayahan khususnya regional development dan regional sciences pada dasarnya adalah bentuk-bentuk kritik atas cara pandang pendekatan-pendekatan pembangunan yang terlalu sering melihat dari kacamata makro, dan hanya dalam bentuk pembanguna fisik semata


BAB II
ISI

I.  Sekilas Tentang Kabupaten Bungo
1. 1 Kondisi Geografis
Kabupaten Bungo sebagai salah satu daerah Kabupaten/kota dalam provinsi Jambi, semula merupakan bagian dari Kabupaten Merangin, sebagai salah satu kabupaten dari keresidenan Jambi yang tergabung dalam propinsi Sumatera Tengah berdasarkan Undang-Undang nomor 10 tahun 1948.
Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956, Kabupaten Merangin yang semula Ibukotanya berkedudukan di Bangko di pindahkan ke Muara Bungo.
Pada tahun 1958 rakyat Kabupaten Merangin melalui DPRD peralihan dan DPRDGR bertempat di Muara Bungo dan Bangko mengusulkan kepada Pemerintah Pusat agar :
  1. Kewedanaan Muara Bungo dan Tebo menjadi Kabupaten Muara Bungo Tebo dengan Ibukota Muara Bungo. 
  2. Kewedanaan Sarolangun dan Bangko menjadi kabupaten Bangko dengan Ibukotanya Bangko.
Sebagai perwujudan dari tuntutan rakyat tersebut, maka keluarlah Undang-undang Nomor 7 Tahun 1965 tentang pembentukan Daerah Kabupaten Sarolangun Bangko berkedudukan di Bangko dan kabupaten Muara Bungo Tebo berkedudukan di Muara bungo Yang mengubah Undang Undang Nomor 12 tahun 1956.
Seiring dengan pelantikan M.Saidi sebagai Bupati diadakan penurunan papan nama Kantor Bupati Merangin dan di ganti dengan papan nama Kantor Bupati Muara Bungo Tebo, maka sejak tanggal 19 Oktober 1965 dinyatakan sebagai, Hari Jadi kabupaten Muara Bungo Tebo. Untuk memudahkan sebutannya dengan keputusan DPRGR kabupaten daerah Tingkat II Muara Bungo Tebo, ditetapkan dengan sebutan Kabupaten Bungo Tebo.
Seiring dengan berjalannya waktu melalui Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 Kabupaten Bungo Tebo dimekarkan menjadi 2 Wilayah yaitu Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo.
Data Tahun 2005, terdapat pemekaran sebanyak 8 Kecamatan sehingga total menjadi 17 kecamatan. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah Pasar Muara Bungo, Rimbo Tengah, Bungo Dani, Bathin III, Tanah Tumbuh, Rantau Pandan, Jujuhan, Tanah Sepenggal, Limbur Lubuk Mengkuang, Pelepat, Pelepat Ilir, Muko-Muko Bathin VII, Bathin II Babeko, Tanah Sepenggal Lintas, Jujuhan Ilir, Bathin III Ulu dan Bathin II Pelayang.
  1. Kabupaten Bungo terletak di bagian Barat Propinsi Jambi dengan luas wilayah sekitar 7.160 km2. Wilayah ini secara geografis terletak pada posisi 101º 27’ sampai dengan 102º 30’ Bujur Timur dan di antara 1º 08’ hingga 1º 55’ Lintang Selatan.
  2. Berdasarkan letak geografisnya Kabupaten Bungo berbatasan dengan Kabupaten Tebo dan Kabupaten Darmasraya di sebelah Utara, Kabupaten Tebo di sebelah Timur, Kabupaten Merangin di sebelah Selatan, dan Kabupaten Kerinci di sebelah Barat.
  3. Wilayah Kabupaten Bungo secara umum adalah berupa daerah perbukitan dengan ketinggian berkisar antara 70 hingga 1300 M dpl, di mana sekitar 87,70 persen di antaranya berada pada rentang ketinggian 70 hingga 499 M dpl. Sebagian besar wilayah Kabupaten Bungo berada pada Sub Daerah Aliran Sungai (Sub-Das) Sungai Batang Tebo. Secara geomorfologis wilayah Kabupaten Bungo merupakan daerah aliran yang memiliki kemiringan berkisar antara 0 – 8 persen (92,28 persen).
  4. Sebagaimana umumnya wilayah lainnya di Indonesia, wilayah Kabupaten Bungo tergolong beriklim tropis dengan temperatur udara berkisar antara 25,8° - 26,7° C.Curah hujan di Kabupaten Bungo selama tahun 2004 berada di atas rata-rata lima tahun terakhir yakni sejumlah 2398,3 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 176 hari atau rata rata 15 hari per bulan dan rata rata curah hujan mendekati 200 mm per bulan
1. 2 Demografi
Secara administratif, Kabupaten Bungo yang berpenduduk 381.221 jiwa (akhir tahun 2005), terdiri dari 17 kecamatan yang meliputi 13 kelurahan dan 124 desa. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah Pasar Muara Bungo, Rimbo Tengah, Bungo Dani, Bathin III, Tanah Tumbuh, Rantau Pandan, Jujuhan, Tanah Sepenggal, Limbur Lubuk Mengkuang, Pelepat Ilir, Muko-Muko Bathin VII, Bathin II Babeko, Tanah Sepenggal Lintas, Jujuhan Ilir, Bathin III Ulu dan Bathin II Pelayang.

II. Proses Pembangunan di Kabupaten Bungo
Dalam membuat keputusan atau perencanaan mengenai pembangunan, dimensi wilayah merupakan faktor yang harus diperhitungkan dalam menganalisis dan menentukan di mana suatu program atau proyek diletakkan dalam perencanaan pembangunan. Penentuan lokasi suatu industri atau unit produksi pada umumnya dikaitkan dengan lokasi sumber bahan mentah dan wilayah pasarnya. Kriteria yang digunakan dapat bermacam-macam, misalnya biaya transportasi yang terendah, tersedianya sumber tenaga kerja dalam jumlah yang relatif banyak dan murah, tersedianya sumber daya air dan energi yang cukup besar, ataupun daya tarik lainnya berupa penghematan lokasional (locational economics) dan penghematan aglomerasi (agglomeration economics).

Landasan ilmu kewilayahan didalam pembangunan didasarkan pada adanya keberagaman sumber daya fisik, keberagaman sumber daya manusia dan keberagaman sumber daya produksi.

2.1 Sumber daya Fisik

Sumber daya fisik, baik yang alami (sumber daya alam) dan yang buatan (sumber daya buatan) serta kondisi fisik lingkungan. Keberadaan sumber daya fisik tersebut mempunyai peranan penting; Pertama, efisiensi dan produktivitas dapat dipenuhi dengan adanya alokasi sumber daya fisik wilayah dilakukan secara tepat, sehingga peruntukan berbagai kawasan dapat sesuai dengan kemampuan dan kesesuaiannya. Oleh karena itu, peruntukan kawasan budidaya pertanian misalnya, haruslah dilakukan pada lokasi yang tepat (teori lokasi), serta harus ditunjang oleh kemampuan dan kesesuaian fisik lahan yang cukup. Kedua, unsur fisik dapat memenuhi tujuan keadilan dan keberimbangan hanya jika alokasi sumberdaya fisik dapat bermanfaat bagi wilayah yang bersangkutan dan memberikan dampak positif bagi wilayah di sekitarnya. Dalam hal ini, disparitas antar wilayah dapat dikurangi bila sumberdaya yang terdapat pada wilayah yang tertinggal dapat dialokasikan dan memberikan manfaat pada wilayah yang bersangkutan.

 Dengan demikian, fenomena seperti backwash effect dan lingkaran perangkat kemiskinan (the visious circle) dapat dihindari oleh wilayah yang tertinggal. Ketiga, tujuan untuk menjaga keberlanjutan (sustainability), hanya mungkin dicapai bila alokasi sumber daya fisik wilayah dilakukan dengan cara bijaksana sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, unsur fisik penataan ruang harus diperlakukan sesuai dengan daya dukung, daya tampung dan potensi wilayah. Secara umum sumber daya alam diklasifikasikan atas:

·         sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (non renewable resources) Sumber daya yang dapat diperbaharui atau disebut juga sebagai “flow”, yaknisumber daya yang supply-nya dapat mengalami regenerasi secara terus menerusbaik secara biologi maupun non biologi. Sumber daya alam ini benar-benarsupply-nya tidak terbatas (infinite) dan ada juga yang bersifat dapat diperbaharui sepanjang laju pemanfaatannya tidak melampaui titik kritis pemanfaatan sepeti sumber daya alam dapat diperbaharui melalui proses biologi (ikan, hutan, dan lain-lain) dan non biologi (air dari mata air, situ, dan lain-lain).

·          sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources). Sumber daya alam yang tidakdapat diperbaharui (sumber daya stok) bersifat exhaustable seperti logam, minyak bumi, mineral, dan gas adalah sumber daya dengan supply terbatas. Eksploitasi sumber daya ini akan menurunkan cadangan dan ketersediaanya.


Dalam penerapan pemanfaatan sumber daya alam ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam keterkaitan pengelolaan yang berkelanjutan

ü  Sumberdaya alam dapat Diperbaharui, yang berkategori pemanfaatan berkelanjutan apabila Laju ekstraksi/pemanenan tidak melebihi laju regenerasinya

ü  Sumberdaya alam tidak dapat diperbaharui yang berkategori pemanfaatan berkelanjutan apabila Laju ekstraksi/pemanenan tidak melebihi laju kemampuan produksi substitusinya, Laju produksi tidak melebihi laju pemanfaatan kembali oleh aktivitas (industri) lain dan laju pendaurannya

Pembangunan di kabupaten bungo didasari oleh pembagian wilyah-wilayah fungsional berdasarkan potensi sumber daya alam yang tersedia, daerah pusat industri dan perkantoran. Sektor yang dijadikan prioritas adalah sektor pertanian dalam arti luas, kehutanan dan sumber daya air serta pertambangan. Pembangunan dan pengembangan agribisnis disertai dengan agroindustri, hasil hutan dan pertambangan yang menjadi prioritas utama akan memacu berkembangnya sektor industri dan jasa, yang dengan sendirinya mempercepat transformasi struktur perekonomian daerah.
Pemilihan Agribisnis didasarkan pada suatu pemahaman bahwa agribisnis merupakan kegiatan bisnis yang terdapat pada sistim produksi, distribusi, dan konsumsi produk hayati (tanaman, ternak, ikan, dan sebagainya), mulai dari pengadaan sarana produksi sampai produk dan akhirnya dikonsumsi.
Pengembangan sistim agribisnis berikut pengembangan agroindustri memiliki dampak yang sangat luas:
  1. Erat kaitannya dengan pemberdayaan ekonomi rakyat, karena penumbuhan agribisnis berikut pengembangan agroindustri sebagian besar melibatkan masyarakat secara luas. Hal ini juga berarti penciptaan kesempatan kerja dan menjadi bagian dari upaya pengentasan kemiskinan.
  2. Pengembangan agribisnis berikut pengembangan agroindustri berkaitan dengan pengembangan wilayah serta pemerataan pembangunan. Melihat potensi agribisnis yang merata di Kabupaten Nabire, pengembangan agribisnis berikut pengembangan agroindustri dapat menjadi sarana paling prospektif dalam kaitannya dengan otonomi daerah.
  3. Pengembangan agribisnis berikut pengembangan agroindustri dapat mendorong ekspor, meningkatkan laju pertumbuhan sektor pertanian, dan mendorong perolehan nilai tambah.
Namun disadari bahwa pembangunan dan pengembangan tersebut memerlukan investasi yang sangat besar dan didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk itu disusun kebijakan pemerintah yang mampu memacu investasi swasta, antara lain deregulasi dalam birokrasi pelayanan dan perizinan serta memangkas berbagai pungutan

2.2  Indikator-Indakator Pembangunan Yang Ideal
Pembangunan dan capaian arah perkembangan suatu region dapat dilihat dari Indikator-indikator yang terukur dan dapat memetakan keadaan ril suatu wilayah, sehingga data yang diperoleh dapat dijadikan tolak ukur dan bahan pertimbangan bagi pengambilan kebijakan dimasa yang akan dating, indikator-indikator yang saya maksudkan antara lain:
Nilai PDRB Kabupaten Bungo (berdasarkan harga konstan Tahun 1993) selama periode Tahun 2000 hingga 2004 mengalami pertumbuhan dengan tren yang cembung ke titik original (Gambar 2.4) dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 4,50 persen pertahun.  Hal ini berarti nilai PDRB selama periode lima tahun tersebut mengalami peningkatan dengan nilai marginal yang semakin besar dari tahun sebelumnya ke tahun berikutnya. 
http://www.bungokab.go.id/images/img_ekonomi3.gif
Gambar 1.1.     Perkembangan nilai PDRB Kabupaten Bungo  berdasarkan harga konstan (Tahun 1993) periode Tahun 2000 – 2004 (Juta Rupiah)

Kondisi Gambar 1.1. di atas dapat dikaitkan dengan Tabel 2.8 yang menggambarkan  perkembangan nilai PDRB selama 4  tahun. Nilai PDRB harga konstan Kabupaten Bungo pada Tahun 2004 adalah Rp. 301,39 Miliar meningkat sebesar Rp. 13,39 Miliar dari Tahun 2003.  Nilai peningkatan PDRB tersebut lebih besar dari peningkatan yang dialami pada tahun sebelumnya yakni sebesar Rp. 13,32 Miliar.

Pola pertumbuhan nilai PDRB Kabupaten Bungo yang semakin meningkat tersebut memberikan suatu optimisme untuk memperoleh nilai PBRB yang lebih besar pada tahun mendatang.  Perencanaan pembangunan yang diikuti oleh pemilihan program pembangunan yang tepat akan dapat memperbesar peluang perekonomian Kabupaten Bungo untuk bertumbuh lebih pesat.

b. Struktur Perekonomian
Kontributor utama terhadap PDRB kabupaten Bungo adalah Sektor Pertanian, Perdagangan, Hotel dan Restoran; Jasa-jasa, serta Sektor Pengangkutan dan Komunikasi.  Pada Tabel 2.9 dapat dilihat bahwa Sektor Pertanian masih dominan terhadap capaian  pembangunan ekonomi Kabupaten Bungo. Sektor Pertanian memberikan kotribusi terbesar bahkan mendekati setengah dari total perolehan PDRB Kabupaten Bungo yaitu rata-rata sebesar 41,19 persen dengan rata-rata tingkat pertumbuhan sebesar 3,01 persen per tahun selama periode 2000 sampai dengan Tahun 2004. 

Tabel 1.1.   Kontribusi Sektor terhadap  PDRB Kabupaten  Bungo Atas Dasar Harga Konstan  1993 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2000-  2004, dalam persen

No
Sektor
Tahun
Rata-rata
2000
2001
2002
2003
2004
1
Pertanian
42,29
41,59
41,35
40,77
39,94
41,19
2
Pertambangan, Penggalian
1,40
1,59
1,82
2,10
2,47
1,88
3
Industri Pengolahan
7,03
7,03
6,83
6,59
6,41
6,78
4
Listrik, Gas dan Air Bersih
0,53
0,54
0,53
0,52
0,52
0,53
5
Bangunan
4,09
4,12
4,10
4,10
4,12
4,11
6
Perdagangan, Hotel, Restoran
16,95
17,04
17,03
17,18
17,42
17,12
7
Pengangkutan, Komunikasi
10,06
10,41
10,56
10,88
11,27
10,63
8
Keuangan, Persewaan, Jasa Perumahan
5,44
5,69
5,76
5,88
5,86
5,72
9
Jasa Jasa
12,22
12,01
12,02
11,98
11,99
12,04
PDRB Kabupaten Bungo
100
100
100
100
100
100
Sumber: PDRB Kabupaten Bungo, Bappeda Kabupaten Bungo dalam beberapa terbitan.

Kontributor utama lainnya terhadap  perolehan PDRB Kabupaten Bungo adalah Sektor Perdagangan, Hotel dan Restauran; Jasa jasa; serta Sektor Pengangkutan dan Komunikasi.  Masing masing sektor ini memiliki kontribusi diatas sepuluh persen dari total perolehan PDRB Kabupaten Bungo.

c. Pertumbuhan Ekonomi
Laju Pertumbuhan Ekonomi atas harga berlaku pada tahun 2000, didominasi oleh sektor Pertanian sebesar 23,44 %, Pertambangan 22,40 %, perdagangan Hotel dan Restoran 18,18 %, Keuangan dan Jasa 17,87 %, Angkutan dan Komunikasi 16,55 %, Industri 12,95 %, Listrik dan Air Bersih 11,46 %.

d.  Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Nilai PAD Kabupaten Bungo pada Tahun 2001 adalah sebesar 11,39 milyar dan pada Tahun 2004 menjadi 29,82 milyar atau sekitar dua kali lipat.  Akan tetapi besaran PAD ini pada Tahun 2003 sesungguhnya  mencapai puncak dengan nilai 28 milyar.  Perilaku  ataupun fluktuasi PAD sebagaimana gejala pada daerah lain lebih terkait dengan retribusi yang berasal dari  sumberdaya alam seperti  hasil hutan.  Data statitik menunjukkan bahwa untuk Kabupaten Bungo penerimaan  dari retribusi  hasil tambang mengalami peningkatan yang nyata pada dua tahun terakhir

e. Pendapatan Perkapita dan Kemiskinan
Tingkat pendapatan per  kapita  penduduk Kabupaten Bungo pada Tahun 2000 tercatat dari rata-rata sebesar  Rp. 1,140 juta per kapita per tahun meningkat menjadi Rp. 1,247 juta per kapita per tahun

Untuk mewujudkan Kabupaten Bungo yang maju, harmonis dan sejahtera dimasa yang akan datang, diperlukan suatu kebijakan dan perencanaan yang baik. Setiap kegiatan pembangunan, diharapkan dapat berlangsung secara berkelanjutan dan selayaknya terencana dengan baik.

III. Urgensi Ketersediaan Sarana Dan Prasarana Bagi Wilayah Yang Ingin Maju
Persediaan sarana dan prasarana yang memadai  akan menjadi modal penting  dalam pembangunan suatu wilayah. Sarana yang memadai akan menentukan terhadap pertimbangan  para investor  dan  masyarakat luas untuk turut menanamkan modalnya di satu wilayah. Dalam presfektif  otonomi daerah, secara jelas dinyatakan bahwa  salah satu tugas daripada pemerintah daerah adalah untuk meningkatkan daya saing  satu daerah. Dalam kaitan ini maka diyakini bahwa daya saing salah satunya dapat ditingkatkan melalui  penyiapan sarana dan prasarana umum. Secara ekonomi hal ini dapat dipahami  karena dengan adanya penyiapan sarana dan prasarana akan dapat memasyarakat efisien makro. Bilamana efisiensi makro dapat diwujudkan maka  secara intrisik wilayah tersebut akan lebih berdaya saing dibanding dengan wilayah lain
3.1 Ketersediaan Sarana Fisik
a. Air Bersih
Upaya penyediaan air bersih merupakan hal yang serius yang harus diperhatikan oleh Pemerintah Daerah.  Pemerintah Kabupaten Bungo melalui PDAM terus  meningkatkan upaya pemenuhan air bersih secara  bertahap. Jumlah pelanggan PDAM Bungo pada tahun 2005 adalah sebanyak 4.105 dengan Kapasitas Produksi Air sebesar 1.491.264 M3 dan  jumlah air terjual  sebanyak 897.454 M3..
b. Telepon
Pada Tahun   2001 jumlah Saluran Telepon Terpasang (STT) di Kabupaten Bungo berjumlah 2.301 sambungan, dan hingga Tahun 2005  menjadi 3.338 sambungan, atau mengalami peningkatan sebesar  45 % atau rata-rata sebesar 9 % per tahun, ini menunjukkan bahwa Kabupaten Bungo terutama Muara Bungo termasuk daerah dengan aksesesibilitas tinggi.
c. Listrik

http://www.bungokab.go.id/images/img_sarana2.gif

Kinerja penyediaan listrik dan tingkat elektrifikasi di Jambi umumnya  dan di Kabupaten Bungo tidak lepas dari kinerja dan pengelolaan Interkoneksi antarsumatera. Sebagaimana diketahui bahwa dengan telah terwujudnya Sumatera yang terkoneksi  maka daerah yang kekurangan  listrik akan dapat dipasok oleh wilayah yang kelebihan listrik. Untuk Jambi misalnya telah di dapat empat tempat   yang dapat digunakan sebagai sarana  Sumatera Interkoneksi yaitu  Bungo, Bangko, Aurduri dan Payo Sillincah. Dengan adanya fasilitas ini maka sesungguhnya   pasokan listrik akan dijamin oleh daerah pembangkit yaitu Sumatera Bagian Selatan dan Sumatera Bagian Utara  yang masing-masing berpusat di Palembang dan Medan.  Khusus untuk Bungo  daya terpakai belum mencapai 40 persen, artinya bahwa permasalahan pasokan listrik dengan adanya Sumatera Interkoneksi dapat dipasok
d. Jalan dan Jembatan

Panjang jalan di Kabupaten Bungo adalah sepanjang 957,67 Km yang terdiri dari :  jalan aspal 328,84 Km, jalan kerikil 199,01 Km dan jalan tanah 307,37 Km.
e. Perhubungan Udara
Pembangunan perhubungan udara ditujukan untuk menyediakan prasarana bandar udara sebagai prasarana penerbangan  guna menunjang aktivitas suatu wilayah, hal ini perlu ditata secara terpadu untuk mewujudkan penyediaan jasa kebandarudaraan sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Hal ini diatur dalam UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. UU No. 15 Tahun 1992 tentang penerbangan, dan yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2001 tentang kebandarudaraan serta Keputusan Menteri Perhubungan KM 48 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Bandar Udara Umum, serta Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 83 Tahun 1998 tentang Pedoman Proses Perencanaan dilingkungan Departemen Perhubungan.

Terkait dengan letak geografis Kabupaten Bungo yang sangat strategis dan sejumlah potensi serta sumber daya alam yang belum dikembangkan secara optimal. Maka dirasa perlu untuk meningkatkan sarana dan prasarana untuk meningkatkan aksesibilitas Kabupaten Bungo dengan daerah-daerah lain. Oleh karena itu Pemerintah Kabupaten Bungo berencana untuk membangun Bandar Udara.

Setelah melalui study pemilihan lokasi dengan mempertimbangkan berbagai aspek teknis, aspek operasional penerbangan, aspek lingkungan dan aspek ekonomi finansial, ditetapkanlah lokasi Bandara di Desa Sungai Buluh Kecamatan Muara Bungo dan telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. KM. 52 Tahun 2005 tanggal 19 September 2005 tentang Penetapan Lokasi Bandar Udara di Kabupaten Bungo Provinsi Jambi. Pembangunan Bandar Udara ini direncanakan akan selesai pada Tahun 2009. Sampai saat ini dana yang telah disalurkan sebesar Rp. 1,050 M yang dipergunakan untuk pembebasan tanah, tanam tumbuh seluas 25,5 Ha dan pemukiman sebanyak 17 unit.
f. Perumahan dan Pemukiman 
Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu infrastruktur yang sangat penting dalam pembangunan. Hal ini dikarenakan perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan manusia, oleh karena itu dibidang perumahan dan pemukiman perlu mendapat perhatian dan penanganan yang serius dari Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
g. Pasar
Pasar dalam arti lokasi  pertemuan antara pembeli dan penjual memegang peranan penting dalam pengembangan satu  wilayah. Ketersediaan pasar  khususnya di tingkat kecamatan menjadi penting, karena  akan mendukung terjadinya proses pertukaran dan sekaligus  mendukung penyediaan  informasi bagi masyarakat. 


Di Kabupaten Bungo terdapat banyak pasar, umumnya di setiap kecamatan dan desa mempunyai pasar sendiri, hanya saja sifatnya yang berbeda. Ada pasar yang ramainya pada hari-hari tertentu saja, seperti hari Kamis di Tanah Tumbuh, hari Rabu di Lubuk Landai, dan hari Minggu di Muara Bungo. Ada juga pasar yang ramainya pada sore hari seperti di Sungai Ipuh Kecamatan Limbur Lubuk Mengkuang. Dari sekian banyak pasar, yang terbesar ada di Kecamatan Muara Bungo dengan jumlah kios sebanyak 126 kios.

3.2 Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumberdaya manusia, indikator operasionalnya antara lain pengetahuan, ketrampilan, kompetensi, etos kerja/sosial, pendapatan/produktivitas, kesehatan dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM/HDI). Sumberdaya manusia merupakan fokus tujuan dari semua kegiatan yang ada; pembangunan ekonomi, pembangunan fisik dan sebagainya yang telah dilaksanakan, tanpa adanya kesiapan dari manusianya sendiri maka pembangunan tersebut akan berakhir sia-sia. Pembangunan manusia merupakan suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk (a process of enlarging people’s choice). Pada konsep itu manusia ditempatkan sebagai tujuan akhir (the ultimate end), bukan alat, cara atau instrumen pembangunan sebagaimana yang dilihat oleh model formal modal manusia (human capital formation) sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana untuk mencapai tujuan itu. Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan manusia, ada empat hal yang perlu diperhatikan yaitu produktivitas, pemerataan, keberlanjutan dan pemberdayaan.

Perhatian pembangunan bukan hanya pada upaya untuk meningkatkan kapabilitas manusia (melalui intervensi masyarakat) saja, tetapi juga pada upaya-upaya pemanfaatan kapabilitas tersebut secara penuh. Sebenarnya paradigma pembangunan manusia tidak hanya empat hal tersebut. Pilihan-pilihan tambahan yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat luas seperti kebebasan politik, ekonomi, dan sosial, sampai kepada kesempatan untuk menjadi kreatif dan produkrif, serta menikmati kehidupan yang sesuai dengan harkat pribadi dan jaminan hak-hak azasi manusia merupakan bagian dari paradigma tersebut.

 Dengan demikian, paradigma pembangunan manusia mempunyai dua sisi. Sisi pertama berupa formasi kapabilitas manusia seperti perbaikan taraf kesehatan, pendidikan, dan ketrampilan. Sisi yang lain adalah pemanfaatan kapabilitas mereka untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif, kultural, sosial dan politik. Jika kedua sisi tidak seimbang maka hasilnya adalah masyarakt yang frustasi. Pembangunan menghendaki terjadinya peningkatan kualitas hidup penduduk ang lebih baik secara fisik, mental maupun secara spiritual.

 Bahkan secara eksplisit disebutkan pembangunan yang dilakukan menitikberatkan pada pembangunan sumberdaya manusia secara fisik dan mental mengandung makna peningkatan kapasitas dasar penduduk yang kemudian akan memperbesar kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan yang berkelanjutan. Azas pemerataan merupakan salah satu prinsip pembangunan manusia. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas fisik dan mental penduduk dilakukan pemerintah melalui pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan yang program pembangunannya dirancang untuk memperluas jangkauan pelayanan pendidikan dan kesehatan dasar.

Dengan demikian, pembangunan manusia mencakup dimensi yang sangat luas. Pengukuran pencapaian hasil pembangunan manusia di suatu wilayah harus dapat memberikan gambaran tentang dampak dari pembangunan manusia bagi penduduk dan sekaligus dapat memberikan gambaran tentang persentase
pencapaian terhadap sasaran ideal. UNDP sejak 1990 menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) yang merupakan indikator komposist tunggal yang walaupun tidak dapat mengukur semua dimensi dari pembangunan manusia, tetapi mengukur tiga dimensi pokok pembangunan manusia yang dinilai mencerminkan status kemampuan dasar (basic capabilities) penduduk. Ketiga kemampuan dasar itu ialah
1.       tingkat kesehatan yang tercermin dengan umur panjang dan sehat yangmengukur peluang hidup;
2.        berpengetahuan dan berketrampilan, serta
3.       akses terhadap sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup layak.

Ada juga  yang mengembangkan konsep pembangunan manusia yang memperhatikan produktivitas, pemerataan, kesinambungan, pemberdayaan dan ditambah pilihan-pilihan seperti kebebasan politik, ekonomi dan sosial, sampai pada kesempatan untuk menjadi kreatif dan produktif, dan menikmati kehidupan yang sesuai dengan harkat pribadi dan jaminan hak-hak azasi manusia. Jauh lebih luas daripada teori-teori pembangunan ekonomi yang konvensional termasuk model pertumbuhan ekonomi, pembangunan sumberdaya manusia (SDM), pendekatan kesejahteraan, dan pendekatan kebutuhan dasar manusia. Model pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan peningkatan pendapatan dan produksi nasional (GNP).

Pembangunan SDM menempatkan manusia terutama sebagai input dari proses produksi (sebagai suatu sarana bukan tujuan). Pendekatan kesejahteraan melihat manusia sebagai pemanfaat (beneficiaries) bukan sebagai agen perubahan dalam pembangunan. Pendekatan kebutuhan dasar memfokuskan pada penyediaan barang dan jasa kebutuhan hidup. Namun demikian, pembangunan ekonomi atau lebih tepat pertumbuhan ekonomi merupakan prasyarat bagi tercapainya pembangunan manusia, karena dengan pembangunan ekonomi terjamin peningkatan produktivitasnya dan pendapatan melalui penciptaan kesempatan kerja. Menurut UNDP (1996) hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia bersifat timbal-balik. Artinya, pertumbuhan ekonomi mempengaruhi pembangunan manusia. Sukar dibayangkan ada negara yang dapat menjalankan pembangunan  manusia yang berkelanjutan tanpa pertumbuhan ekonomi yang memadai.

Pendekatan SDM merupakan penegasan adanya alasan ekonomis (economi reasons) dari pembangunan manusia yang keabsahannya terus ditunjang oleh bukti-bukti empiris. Akan tetapi hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia secara empiris terbukti tidak bersifat otomatis. Artinya, banyak negara (atau wilayah) yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat tanpa diikuti oleh pembangunan manusia yang seimbang. Sebaliknya, banyak pula negara yang emngalami pertumbuhan ekonomi pada tingkat sedang tetapi terbukti dapat meningkatkan kinerja pembangunan manusia secara mengesankan. Bukti empiris ini tidak berarti bahwa pertumbuhan ekonomi tidak penting bagi pembangunan manusia.

Pertumbuhan ekonomi justru merupakan sarana utama bagi pembangunan manusia terutama pertumbuhan ekonomi yang merata secara sektoral dan kondusif terhadap penciptaan lapangan kerja. Hubungan yang tidak otomatis ini sesungguhnya merupakan tantangan bagi pelaksana pemerintahan untuk merancang kebijakan yang mantap, sehingga hubungan keduanya saling memperkuat. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia berlangsung melalui dua macam jalur. Jalur pertama melalui kebijaksanaan dan pengeluaran pemerintah. Dalam hal ini faktor yang menentukan adalah pengeluaran pemerintah untuk subsektor sosial yang merupakan prioritas seperti pendidikan dan kesehatan dasar. Besarnya pengeluaran itu merupakan indikasi besarnya komitmen pemerintah terhadap pembangunan manusia. Jalur kedua adalah melalui kegiatan pengeluaran rumah tangga.

Dalam hal ini, factor yang menentukan adalah besar dan komposisi pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan dasar seperti pemenuhan nutrisi anggotanya, untuk biaya pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar, serta untuk kegitan lain yang serupa. Selain pengeluaran pemerintah dan pengeluaran rumah tangga, hubungan antara kedua variabel itu berlangsung melalui penciptaan lapangan kerja. Aspek ini penting, karena sesungguhnya, penciptaan lapangan kerja merupakan “jembatan utama” yang mengkaitkan antara keduanya (UNDP. 1996:87).

Melalui upaya pembangunan manusia, kemampuan dasar dan ketrampilan tenaga kerja termasuk petani, pengusaha, dan manajer diharapkan akan meningkat. Mereka yang bekerja akan terlibat dalam proses produksi di mana hal itu ditentukan oleh banyaknya kesempatan kerja yang tersedia (employment) sebagai hasil pembangunan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang melakukan proses produksi menentukan besarnya volume Produk Domestik Bruto (PDB) dan PDRB. Semakin tinggi pendidikan, kesehatan, dan keamanan pekerja dianggap mencerminkan kualitas modal manusia yang baik. Apabila kualitas modal manusia semakin baik, maka berpengaruh pada peningkatan produktivitas pekerja, semakin tinggi kualitas modal manusia akan semakin tinggi pula tingkat produksi. Jumlah dan kualitas pekerja yang meningkat dan jika terlibat sebagai faktor produksi dengan menghasilkan output yang baik akan mempercepat peningkatan pembangunan. Program Pembangunan PBB (UNDP, United Nations Development Program) yang fokus pada aspek-aspek “pembangunan manusia” (human development) membuat klasifikasi yang mencakup variabel-variabel nonekonomi seperti usia harapan hidup, tingkat kematian bayi, dan capaian pendidikan, di samping variabel-variabel pokok ekonomi seperti angka pendapatan per kapita. Maka disusunlah indeks baru yang disebut Indeks Pembangunan Manusia (HDI, Human Developmen Index). IPM ini mengukur pencapaian keseluruhan dari suatu daerah/negara dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia, yaitu lamanya hidup, pengetahuan dan suatu standar hidup yang layak. Ketiganya diukur dengan angka harapan hidup, pencapaian pendidikan dan pendapatan per kapita.

Aspek pendidikan merupakan aspek utama dalam upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia, yang dimulai dari pendidikan prasekolah sampai ke Perguruan Tinggi. Untuk menggambarkan kondisi pendidikan penduduk di Kabupaten Bungo,  dapat dilihat dari angka melek huruh, rata-rata lama sekolah, angka partisipasi murni dan angka partisipasi kasar. Angka melek huruf  Tahun 2002 sebesar 94,6 % dan meningkat menjadi 95,6 % Tahun 2004. Bila dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lain di Propinsi Jambi, maka pada Tahun 2002 menempati rangking 5 dan Tahun 2004 rangking 6. Rata-rata lama sekolah Tahun 2002 adalah  6,9 tahun dan meningkat menjadi 7,4 tahun pada Tahun 2004.

Tabel 2.40.    Jumlah Sekolah di Kabupaten Bungo Tahun Ajaran 2001/2002 – 2005/2006

No
Jenjang
Tahun Ajaran
01/02
02/03
03/04
04/05
05/06
1.
SD
SD Negeri
SD Swasta
MI Negeri
MI Swasta
224
2
3
175
224
2
3
182
222
2
3
180
223
2
3
143
-
-
-
-
2.
SLTP
SMP Negeri
SMP Swasta
MTs Negeri
MTs Swasta
32
3
6
14
32
3
6
14
33
3
7
14
37
3
7
14
37
3
7
14
3.
SLTA
SMA negeri
SMA Swasta
MA Negeri
MA Swasta
SMK negeri
SMK Swasta
8
1
1
12
3
2
8
1
1
12
3
3
8
1
2
12
3
3
12
1
2
12
5
3
12
1
2
5
3
3
Sumber : Bungo Dalam Angka, Dalam berbagai tahun.
I. Kesehatan
Pembangunan kesehatan di Kabupaten Bungo dituangkan dalam Bungo Sehat 2008 yang visinya adalah “Masyarakat yang ditandai dengan penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku yang sehat, memiliki kemampauan menjangkau pelayanan kesehatan bermutu secara adil dan merata dan memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya”. Kegiatan yang dilaksanakan berupa peningkatan mutu dan distribusi tenaga kesehatan, peningkatan jumlah dan pemeliharaan sarana kesehatan serta berbagai upaya kesehatan terutama upaya promotif dan preventif di samping upaya kuratif dan rehabilitatif. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat di  Kabupaten Bungo  antara lain dapat dilihat dari derajat kesehatan dan peningkatan pelayanan kesehatan. 

Indikator pelayanan kesehatan  dapat dilihat dari indikator  Kekurangan Energi Protein (KEP) balita, gizi lebih dan gizi baik serta Berat Bayi lahir Rendah (BBLR). Kondisi pelayanan kesehatan Kabupaten Bungo Tahun 2001-2005 dapat dilihat pada tabel 2.41.

Tabel 2.41. Indikator Pelayanan Kesehatan Kabupaten Bungo Tahun 2001-2005.
No
Indikator
Tahun (%)
2001
2002
2003
2004
2005
1.
KEP
28,74
24,30
12,20
11,00
10,40
2.
Gizi lebih
3,49
1,20
-
3,50
3,40
3.
Gizi baik
67,77
74,4
84,2
85,5
86,2
4.
Bayi BBLR
1,16
2,03
1,57
1,29
0,98
Sumber  : Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan Bupati Pelaksanaan Program Pembangunan 2001-2005.

Peningkatan derajat kesehatan dipengaruhi juga oleh sumberdaya kesehatan, di samping sarana dan prasarana yang dimiliki. Perkembangan tenaga kesahatan  dan jumlah Puskesmas di Kabupaten Bungo Tahun 2001-2005 dapat dilihat pada
Tabel 1.2.      Tenaga kesehatan dan Puskesmas di Kabupaten Bungo Tahun 2001-2005.
No
Uraian
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
A. Tenaga Kesehatan
1.
Dokter, Dokter Spesialis
30
28
31
42
50
2.
Dokter Gigi
6
6
8
6
7
3.
Perawat
161
177
189
232
232
4.
Sarjana keperawatan
0
0
0
0
1
5.
Bidan
121
129
127
149
159
6.
Tenaga Farmasi
14
16
16
16
20
7.
Sarjana Farmasi & Apoteker
5
5
7
7
7
8.
Tenaga sanitasi
38
36
36
38
39
9.
Kesehatan masyarakat
5
11
10
15
15
10.
Tenaga Gizi
12
16
16
12
13
11.
Tenaga Terapi Medik
2
2
2
2
2
12.
Tenaga Keteknisan Medis
3
9
5
20
7
13.
Lainnya
35
88
89
71
73

           Jumlah
432
523
536
610
625
B. Puskesmas dan Puskesmas Pembantu
1.
Puskesmas
9
9
9
11
11
2.
Puskesmas pembantu
53
53
53
53
56

          Jumlah
62
62
62
64
67































BAB III

3.1    Kesimpulan

pembangunan adalah upaya menciptakan perubahan ke arah yang diinginkan, dengan kata lain pembangunan adalah suatu proses yang memiliki tujuan dan terencana. Dengan memanfaatkan pemahaman dan penerapan ilmu kewilayahan dengan baik dan proporsional, pembangunan dapat menjadi lebih berbasis kepada kebutuhan ril masyarakat dan kemampuan yang ada pada suatu wilayah tersebut. Kabupaten Bungo secara langsung mapun tidak langsung sangat terbantu oleh cabang disiplin ilmu, yaitu ilmu wilayah. Landasan ilmu kewilayahan yang dipakai didalam pembangunan Kabupaten Bungo  didasarkan pada adanya keberagaman sumber daya fisik, keberagaman sumber daya manusia dan keberagaman sumber daya produksi.
Pembangunan di kabupaten bungo didasari oleh pembagian wilyah-wilayah berdasarkan potensi sumber daya alam yang tersedia, daerah pusat industri dan perkantoran. Sektor yang dijadikan prioritas adalah sektor pertanian dalam arti luas, kehutanan dan sumber daya air serta pertambangan. Pembangunan dan pengembangan agribisnis disertai dengan agroindustri, hasil hutan dan pertambangan yang menjadi prioritas utama akan memacu berkembangnya sektor industri dan jasa, yang dengan sendirinya mempercepat transformasi struktur perekonomian daerah.

3.2 Saran

Saran yang diajukan dari makalah ini antara lain:
  1. Pentingya Pembangunan dengan memperhatikan kemampuan dan potensi lokal di daerah-daerah yang sangat beragam
  2. Penerapan dan pengkajian yang lebih mendalam dibutuhkan dalam meningkatkan kontribusi positif ilmu kewilayahan bagi proses pembangunan yang berkelanjutan dan berimbang di berbagai lini.
  3. Ahli dibidang Ilmu kewliayahan nampaknya sangat diperlukan di tiap-tiap daerah yang sedang berkembang, agar mereka memilik grand design yang mantap akan masa depan pembangunan mereka



0 comments: