PENGELOLAAN
DAN PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH
BERDASARKAN
PP NO.71 TAHUN 2010
TENTANG
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Pemerintah Daerah
sebagai pihak yang ditugasi menjalankan roda pemerintahan, pembangunan dan
layanan sosial masyarakat wajib menyampaikan laporan pertanggung jawaban
keuangan daerahnya untuk dinilai apakah pemerintah daerah tersebut berhasil
menjalankan tugas dengan baik atau tidak (Suprapto, 2006). Pemerintah daerah
dituntut agar pengelolaan keuangan daerah secara baik yang harus dilakukan
dalam mewujudkan tujuan pemerintahan yang bersih (clean goverment), dimana
pengelolaan keuangan daerah yang baik adalah kemampuan mengontrol kebijakan
keuangan daerah secara ekonomis, efisien, transparan dan akuntabel.
Dalam pelaksanaan pengelolaan
keungan negara tersebut, pemerintah baik pusat maupun daerah wajib melaksanaan
pengelolaan keuangan yang handal, baik dan akuntabel. Karena pada hakikatnya
uang yang dikelola oleh pemerintah itu sendiri berasal dari masyarakat, oleh
karena itu pengelolaannya harus dioptimalkan, dapat dipertanggung jawabkan
serta mendatangkan manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.
Untuk mencapai itu semua, dibutuhkan
instrumen dan tata tertib mengenai mekanisme dan standar pengelolaan keungan
serta pelaporan keuangan pemerintah itu sendiri, dengan direvisinya PP No.24
Tahun 2005 dengan PP No.71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah,
membawa sedikit perobahan dalam standar dan mekanisme pengelolaan keuangan di
Pemerintah, hal itulah yang coba saya akan ungkap dalam paper ini.
2. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana
sitem pengelolaan dan pelaporan keuangan pemerintah di Indonesia?
2. Bagaimana
implementasi PP No.71 Tahun 2010 pada Laporan Keungan Pemerintah Daerah?
PEMBAHASAN
1. LAPORAN KEUNGAN PEMERINTAH DAERAH
1.1 Peranan Pelaporan Keuangan
Laporan
keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan
dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu
periode pelaporan.
Laporan keuangan terutama digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan.
Setiap entitas
pelaporan mempunyai kewajiban untuk melaporkan upaya-upaya yang telah dilakukan
serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan
terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan:
1)
Akuntabilitas
Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.
Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.
2)
Manajemen
Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan suatu entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas pemerintah untuk kepentingan masyarakat.
Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan suatu entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas pemerintah untuk kepentingan masyarakat.
3)
Transparansi
Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan.
Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan.
4)
Evaluasi Kinerja
Mengevaluasi
kinerja entitas pelaporan, terutama dalam penggunaan sumber daya ekonomi yang
dikelola pemerintah untuk mencapai kinerja yang direncanakan.
5)
Keseimbangan Antargenerasi
(intergenerational equity)
Membantu para pengguna
dalam mengetahui kecukupan penerimaan pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai
seluruh pengeluaran yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang
diasumsikan akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut.
1.2 Tujuan Pelaporan Keungan
Laporan keuangan
merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan
transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Tujuan umum
laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan,
realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang
bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai
alokasi sumber daya. Secara spesifik, tujuan pelaporan keuangan pemerintah
adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan
untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang
dipercayakan kepadanya, dengan:
a)
menyediakan informasi mengenai posisi sumber
daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah;
b) menyediakan informasi mengenai perubahan
posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah;
c) menyediakan informasi mengenai sumber,
alokasi, dan penggunaan sumber daya ekonomi;
d)
menyediakan informasi mengenai ketaatan
realisasi terhadap anggarannya;
e)
menyediakan informasi mengenai cara entitas
pelaporan mendanai aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya;
f) menyediakan informasi mengenai potensi
pemerintah untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan pemerintahan;
g) menyediakan informasi yang berguna untuk
mengevaluasi kemampuan entitas pelaporan dalam mendanai aktivitasnya. Laporan
keuangan untuk tujuan umum juga mempunyai peranan prediktif dan prospektif,
menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi besarnya sumber daya yang
dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan, sumberdaya yang dihasilkan dari
operasi yang berkelanjutan, serta risiko dan ketidakpastian yang terkait.
Pelaporan keuangan juga menyajikan informasi bagi pengguna mengenai:
1. indikasi
apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan anggaran; dan
2. indikasi
apakah sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan ketentuan, termasuk
batas anggaran yang ditetapkan oleh DPR/DPRD.
Untuk
memenuhi tujuan umum ini, laporan keuangan menyediakan informasi mengenai
entitas pelaporan dalam hal:
1)
aset;
2)
kewajiban;
3)
ekuitas dana;
4)
pendapatan;
5)
belanja;
6)
transfer;
7)
pembiayaan; dan
8)
arus kas.
Secara garis besar, tujuan umum penyajian laporan keuangan oleh pemerintah
daerah adalah :
- Untuk
memberikan informasi yang digunakan dalam pembuatan keputusan ekonomi,
sosial, dan politik serta sebagai bukti pertanggungjawaban dan
pengelolaan.
- Untuk
memberikan informasi yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja manajerial
dan organisasional.
Secara khusus, tujuan khusus penyajian laporan keuangan oleh pemerintah
daerah adalah :
- Memberikan
informasi keuangan untuk menentukan dan memprediksi aliran kas, saldo
neraca, dan kebutuhan sumber daya finansial jangka pendek unit pemerintah.
- Memberikan
informasi keuangan untuk menentukan dan memprediksi kondisi ekonomi suatu
unit pemerintahan dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya.
- Memberikan
informasi keuangan untuk memonitor kinerja, kesesuaiannya dengan peraturan
perundang-undangan, kontrak yang telah disepakati, dan ketentuan lain yang
disyaratkan.
- Memberikan
informasi untuk perencanaan dan penganggaran, serta untuk memprediksi
pengaruh pemilikan dan pembelanjaan sumber daya ekonomi terhadap
pencapaian tujuan operasional.
- Memberikan
informasi untuk mengevaluasi kinerja manajerial dan organisasional
1.2 Komponen – komponen dalam Laporan Keuangan
Komponen-komponen yang
terdapat dalam satu set laporan keuangan terdiri dari laporan pelaksanaan anggaran (budgetary reports) dan laporan
finansial, sehingga seluruh komponen menjadi sebagai berikut:
1. Laporan Realisasi
Anggaran
2. Laporan Perubahan Saldo
Anggaran Lebih
3. Neraca
4. Laporan Operasional
5. Laporan Arus Kas
6. Laporan Perubahan Ekuitas
7. Catatan atas Laporan
Keuangan
Laporan Arus Kas hanya
disajikan oleh entitas yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum dan Laporan
Perubahan Saldo Anggaran Lebih yang hanya disajikan oleh Bendahara Umum
Negara dan entitas pelaporan yang menyusun laporan keuangan konsolidasiannya. Ada
berberapa hal yang berbeda dalam pelaporan keungan pemerintah dari PP No.24
Tahun 2005 ke PP 71 Tahun 2010, perbedaan tersebut antara lain sebagai berikut:
PP
24 Tahun 2005
|
PP
71 Tahun 2010
|
LAPORAN
PERUBAHAN SAL
Tidak ada laporan tersendiri
NERACA
Ekuitas
Dana terbagi;
•
Ekuitas Dana Lancar: selisih antara
aset lancar dan kewajiban jangka pendek, termasuk sisa lebih pembiayaan
anggaran/saldo anggaran lebih
•
Ekuitas Dana Investasi: mencerminkan
kekayaan pemerintah yang tertanam dalam investasi jangka panjang, aset tetap,
dan aset lainnya, dikurangi dengan kewajiban jangka panjang
•
Ekuitas Dana Cadangan: mencerminkan
kekayaan pemerintah yang dicadangkan untuk tujuan tertentu sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
LAPORAN
ARUS KAS
• Disajikan
oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan (Par 15)
Arus
masuk dan keluar kas diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi,
investasi aset non keuangan, pembiayaan, dan non anggaran
LAPORAN
KINERJA KEUANGAN
• Bersifat
optional
• Disusun
oleh entitas pelaporan yang menyajikan laporan berbasis akrual
• Sekurang-kurangnya
menyajikan pos-pos :
a)
Pendapatan dari kegiatan operasional;
b)
Beban berdasarkan klasifikasi fungsional dan klasifikasi ekonomi;
c)
Surplus atau defisit.
LAPORAN
PERUBAHAN EKUITAS
• Bersifat
optional
• Sekurang-kurangnya
menyajikan pos-pos:
a)
Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran;
b)
Setiap pos pendapatan dan belanja beserta totalnya seperti diisyaratkan dalam
standar-standa lainnya, yang diakui secara langsung dalam ekuitas;
e)
Efek kumulatif atas perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi kesalahan yang
mendasar diatur dalam suatu standar terpisah .
CALK
Pada dasarnya hampir sama dengan PP baru
|
LAPORAN
PERUBAHAN SAL
Laporan
Perubahan SAL menyajikan secara komparatif dengan periode sebelumnya pos-pos
berikut:
a.
Saldo Anggaran Lebih awal;
b.
Penggunaan Saldo Anggaran Lebih;
c.
Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran tahun berjalan;
d.
Koreksi Kesalahan Pembukuan tahun Sebelumnya; dan
e.
Lain-lain;
f. Saldo Anggaran Lebih Akhir.
NERACA
Hanya
Ekuitas, yaitu kekayaan bersih
pemerintah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban pemerintah pada
tanggal laporan.
Saldo
ekuitas di Neraca berasal dari saldo akhir ekuitas pada Laporan Perubahan
Ekuitas
LAPORAN
ARUS KAS
• Disajikan
oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum (Par 15)
•
Arus masuk dan keluar kas
diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan
transitoris
LAPORAN
OPERASIONAL
• Merupakan
Laporan Keuangan Pokok
• Menyajikan
pos-pos sebagai berikut:
a)
Pendapatan-LO dari kegiatan operasional;
b)
Beban dari kegiatan operasional ;
c)
Surplus/defisit dari Kegiatan Non Operasional, bila ada;
d)
Pos luar biasa, bila ada;
e)
Surplus/defisit-LO.
LAPORAN
PERUBAHAN EKUITAS
• Merupakan
Laporan Keuangan Pokok
• Sekurang-kurangnya
menyajikan pos-pos:
a)
Ekuitas awal;
b)
Surplus/defisit-LO pada periode bersangkutan;
c)
Koreksi-koreksi yang langsung menambah/mengurangi ekuitas, misalnya: koreksi
kesalahan mendasar dari persediaan yang terjadi pada periode-periode
sebelumnya dan perubahan nilai aset tetap karena revaluasi aset tetap.
d)
Ekuitas akhir.
CALK
Perbedaan yang
muncul hanya dikarenakan komponen laporan keuangan yang berbeda dengan PP lama.
|
2.
OPINI
ATAS LAPORAN KEUNGAN
Pemberian opini atas
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah didasarkan pada pertimbangan atas:
a. Kesesuaian dengan
Standar Akuntansi Pemerintahan;
b. Efektivitas
Pengendalian Intern;
c. Kepatuhan terhadap
ketentuan perundang-undangan; dan
d. Pengungkapan yang
Lengkap (Full Disclosure).
Sebagaimana yang
telah diatur di dalam Undang-Undang No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, BPK RI memberikanCempat jenis
opini, yaitu :
1.
Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified
Opinion). Adalah pendapat yang menyatakan bahwa laporan keuangan
pemerintah daerah yang diperiksa menyajikan secara wajar dalam semua hal yang
material, Laporan Realisasi APBD, Laporan Arus Kas, Neraca dan Catatan Atas
Laporan Keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia. Jika laporan keuangan diberikan opini jenis ini, artinya auditor
meyakini berdasarkan bukti-bukti audit yang dikumpulkan, pemerintah daerah
tersebut dianggap telah menyelenggarakan prinsip akuntansi yang berlaku umum
dengan baik, dan kalaupun ada kesalahan, kesalahannya dianggap tidak material
dan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan.
2.
Pendapat Wajar Dengan Pengecualian (Qualified
Opinion).
Adalah
pendapat yang menyatakan bahwa laporan keuangan pemerintah daerah yang
diperiksa menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, Laporan
Realisas APBD, Laporan Arus Kas, Neraca dan Catatan Atas Laporan Keuangan sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak
hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. Sebagian Pemeriksa
memberikan julukan little adverse (ketidakwajaran yang kecil) terhadap opini
jenis ini, untuk menunjukan adanya ketidakwajaran dalam item tertentu, namun
demikian ketidakwajaran tersebut tidak mempengaruhi kewajaran laporan keuangan
secara keseluruhan.
3.
Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion).
Adalah
pendapat yang menyatakan bahwa laporan keuangan pemerintah daerah yang
diperiksa tidak menyajikan secara wajar Laporan Realisasi APBD, Laporan Arus
Kas, Neraca dan Catatan Atas Laporan Keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum di Indonesia. Jika laporan keuangan mendapatkan opini jenis
ini, berarti auditor meyakini laporan keuangan pemerintah daerah diragukan
kebenarannya, sehingga bisa menyesatkan pengguna laporan keuangan dalam
pengambilan keputusan.
4.
Pernyataan Menolak Memberikan Pendapat (Disclaimer
Opinion).
Adalah
pendapat yang menyatakan bahwa Auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan
keuangan, jika bukti pemeriksaan/audit tidak cukup untuk membuat kesimpulan.
Opini ini bisa diterbitkan jika auditor menganggap ada ruang lingkup audit yang
dibatasi oleh pemerintah daerah yang diaudit, misalnya karena auditor tidak
bisa memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk bisa menyimpulkan dan
menyatakan laporan sudah disajikan dengan wajar. Kemudian didukung oleh salah
satu kriteria pemeriksaan atas laporan keuangan, yang dilakukan dalam rangka
memberikan pendapat/opini atas kewajaran informasi keuangan, yang disajikan
dalam laporan keuangan salah satunya berdasarkan pada pengungkapan yang
lengkap (full disclosure). Oleh karena itu pengungkapan (
disclosure) merupakan hal yang sangat penting dalam pemeriksaan untuk
mengeluarkan opini atas laporan keuangan tersebut.
Begitu pentingnya
peran pengungkapan (disclosure) dalam laporan keuangan, pemeriksaan
laporan keuangan dilakukan oleh pihak yang independen dikarenakan informasi
pengungkapan dalam laporan keuangan memiliki konsekuensi ekonomis yang
substansial dalam pengambilan keputusan. Selain itu para pengguna laporan
keuangan memerlukan pihak yang independen, untuk mendapatkan penjelasan tentang
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
3.
Manfaat Implementasi PP No 71 Tahun 2010 Pada Laporan Keuangan Pemda
3.1 Implementasi Pp No 71 Tahun 2010
Salah satu misi pemerintahan Indonesia
saat ini adalah mewujudkan pemerintahan yang bersih. Upaya konkrit dalam
mewujudkan transparansi dan akuntabilitas di lingkungan pemerintah (daerah)
mengharuskan setiap pengelola keuangan daerah untuk menyampaikan laporan
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah. Transparansi yang merupakan
salah satu tujuan MDGs diperlukan untuk mewujudkan pemerintahan daerah yang
bersih. Laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah atau Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah adalah bentuk pertanggungjawaban sebagaimana
ditetapkan dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 56 ayat
(3) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pemerintah
Pusat, Kementerian, Lembaga dan Pemerintah daerah berkewajiban untuk menyusun
Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan sumber informasi finansial
yang memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kualitas keputusan yang
dihasilkan. Informasi keuangan yang terdapat dalam laporan keuangan tersebut
digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, baik internal maupun eksternal.
Tahun 2005 pemerintah telah menerbitkan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP). Peraturan tersebut mengatur akuntansi berbasis kas menuju
akrual (Cash towards Accrual), dan merupakan PP transisi karena UU
Keuangan Negara dan Perbendaharaan Negara mengamanatkan pengakuan dan
pengukuran pendapatan dan belanja basis akrual. Tahun 2010, Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP) berbasis akrual tuntas disusun Komite Standar Akuntansi
Pemerintahan (KSAP) dan ditetapkan sebagai Peraturan Pemerintah dalam PP Nomor
71 Tahun 2010. Implementasi dari peraturan tersebut, Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat maupun Daerah secara bertahap didorong untuk menerapkan
akuntansi berbasis akrual. Paling lambat tahun 2015, seluruh laporan keuangan
daerah sudah menerapkan SAP berbasis akrual.
Secara
konsepsional hanya terdapat dua basis akuntansi, yaitu basis kas dan basis
akrual. Basis di antara keduanya hanya merupakan langkah transisi dari basis
kas ke basis akrual. Apabila proses transisi dilakukan dari basis kas ke basis
akrual maka akan semakin banyak tujuan laporan keuangan yang dapat dipenuhi.
Dengan menggunakan basis akrual, informasi yang dapat diperoleh dari
basis-basis yang lain juga dapat disediakan.
Ada dua jenis basis yang umum digunakan
untuk mengakui suatu transaksi, yaitu Basis Akrual (Accrual Basis),
dan Basis Kas (Cash Basis). Di beberapa literatur Akuntansi
Sektor Publik, ada yang menyebutkan basis Akrual Modifikasian dan Kas
Modifikasian. Namun demikian, pemahaman dasar kedua basis yang modifikasian
tersebut tetap pada Basis Akrual dan Basis Kas, bedanya ada pada modifikasi
penyesuaian di akhir perioda. Perbedaan mendasar keduanya adalah; apabila basis
akrual akan mengakui transaksi pada saat terjadinya sebagai contoh Pemda A
membeli sebidang tanah senilai Rp 100 juta pada tanggal 15 Desember 2010, dan
pembayaran atas pembelian tersebut dilakukan pada 13 Januari 2011. Dengan
menggunakan basis akrual, Pemda A mengakui bahwa transaksi pembelian
tersebut terjadi pada 15 Desember 2010, sehingga pencatatan pun dilakukan pada
15 Desember 2010. Akibatnya, jika Pemda A di akhir tahun 2010
(31 Desember 2010) menyusun neraca basis akrual, di bagian Aktiva (Harta)
bertambahlah akun aset tetap senilai Rp 100 juta, dan di bagian Utang
(Kewajiban) bertambah pula akun Utang atas Aset tersebut senilai
Rp 100 juta. Untuk transaksi yang sama, jika Pemda A menerapkan Basis
Kas, maka transaksi diakui ketika kas dibayarkan (atau
diterima, jika pada kasus penerimaan kas). Akibatnya, di neraca per 31
Desember 2010 tidak ada perubahan apa pun. Transaksi baru diakui pada 13
Januari 2011.
Basis akuntansi yang sekarang ini
diterapkan oleh pemerintah dalam pembuatan laporan keuangan pemerintah sesuai
dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan dalam Standar Akuntansi
Pemerintahan adalah dual basis. Adapun yang dimaksud dengan dual
basis adalah pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam Laporan
Realisasi Anggaran menggunakan basis kas, sedangkan untuk pengakuan aktiva,
kewajiban, dan ekuitas dalam neraca menggunakan basis akrual. Penerapan
akuntansi basis akrual merupakan jawaban atas penyajian informasi
pertanggungjawaban keuangan daerah yang lebih informatif sehubungan dengan
kinerja pemerintah dalam satu periode.
Secara yuridis, keluarnya PP 71 Tahun
2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Akrual mengubah haluan basis
akuntansi pemerintahan Indonesia dari dual basis menjadi
akrual penuh. Sesuai kesepakatan pemerintah dan DPR, implementasi basis akrual
ini akan dilaksanakan secara bertahap hingga implementasi penuhnya di tahun
2015.
Akuntansi dengan basis akrual ini
dianggap lebih baik daripada basis kas, karena akuntansi berbasis akrual
diyakini dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih dapat dipercaya, lebih
akurat, komprehensif, dan relevan untuk pengambilan keputusan ekonomi, sosial
dan politik. Pengaplikasian basis akrual dalam akuntansi sektor publik pada
dasarnya untuk mengetahui besarnya biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan pelayanan
publik serta penentuan harga pelayanan yang dibebankan kepada publik.
Akuntansi berbasis akrual membedakan
antara penerimaan kas dan hak untuk mendapatkan kas, serta pengeluaran kas dan
kewajiban membayarkan kas. Oleh karena itu, dengan sistem akrual pendapatan dan
biaya diakui pada saat diperoleh atau terjadi, tanpa memandang apakah kas sudah
diterima atau dikeluarkan, dan dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan
dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Laporan keuangan yang
disusun atas dasar akrual memberikan informasi kepada penerimaan dan pembayaran
kas tetapi juga kewajiban pembayaran kas di masa depan serta sumber daya yang
mempresentasikan kas yang akan diterima di masa depan.
Karena itu laporan keuangan menyediakan jenis
informasi transaksi masa lalu dan peristiwa lainnya yang paling berguna bagi
pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Pada sektor publik, keputusan
tidak hanya dipengaruhi oleh pertimbangan ekonomi saja, tetapi banyak keputusan
politik dan sosial seperti pengangkatan atau pemberhentian menteri dan penjabat
pemerintah, serta pemberian bantuan program kepada kelompok-kelompok masyarakat
tertentu sangat tergantung kepada pertimbangan ekonomi pemerintah.
Tujuan umum pelaporan keuangan dengan
basis akrual mempunyai peran akuntabilitas dan peran informatif, sehingga
laporan keuangan dapat memberikan informasi kepada pengguna. Dengan laporan
keuangan berbasis akrual pengguna dapat melakukan penilaian atas kinerja
keuangan, posisi keuangan, aliran arus kas suatu entitas, kepatuhan entitas
terhadap undang-undang, regulasi, hukum dan perjanjian kontrak. Laporan
keuangan berbasis akrual juga dapat membantu pengguna internal dalam
pengambilan keputusan tentang penggunaan sumber daya dalam menjalankan suatu usaha. Dalam
masa transisi sampai dengan 2015, implementasi standar akuntansi pemerintah
berbasis akrual menurut Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kementerian
Keuangan, Sonny Loho, kendala implementasi standar akuntansi pemerintah antara
lain adalah SDM yang berkompeten di bidang akuntansi, ketersediaan
sarana/prasarana, ketersediaan anggaran, kapasitas manajemen, kemauan politik.
Sementara itu strategi yang dapat dilakukan dalam menerapkan peraturan tersebut
adalah komitmen pimpinan kementerian/lembaga dan pemerintah
daerah, penyediaan SDM yang kompeten, peranan APIP sebagai mitra penyusunan dan
penyajian laporan keuangan, penyempurnaan sistem akuntansi, pengelolaan
BMN/BMD, mengintensifkan rewards and punishments, diperlukan forum
komunikasi untuk mendiskusikan temuan/laporan audit.
3.2 Penerapan Akuntansi Basis Akrual
Dalam
rangka mengemban amanat Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 yang menetapkan basis akrual diterapkan selambat-lambatnya
pada tahun anggaran 2008, KSAP sejak tahun 2006 telah memulai mengkaji,
melakukan penelitian dan pembahasan serta menyiapkan Draft Standar Akuntansi
Pemerintahan yang berbasis akrual berdasarkan kesepakatan sementara dari KSAP.
Penyusunan Draft SAP yang berbasis akrual tersebut dilakukan secara hati-hati
dengan mempertimbangkan antara lain: 1. SAP berbasis kas menuju akrual (PP
Nomor 24 Tahun 2005 - cash towards accrual) baru saja diterbitkan dan
belum sepenuhnya diimplementasikan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah. 2. SAP berbasis akrual yang
akan disusun sesuai Undang-undang Keuangan Negara mengharuskan perubahan/penyempurnaan
pada bidang perencanaan dan penganggaran, dimana KSAP tidak dalam posisi untuk
membuat ketentuan/peraturan di bidang tersebut (misalnya keharusan untuk
menganggarkan terhadap kewajiban-kewajiban yang harus dibayar pada akhir tahun
buku).
Penyusunan
SAP berbasis akrual dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu: (1) menyusun PSAP
berbasis akrual seluruhnya dari awal; dan (2) menyesuaikan PSAP berbasis kas
menuju akrual (sesuai PP Nomor 24 Tahun 2005) menjadi PSAP berbasis akrual
dengan referensi IPSAS, dengan mempertimbangkan praktik-praktik yang berlaku, administrasi
pemerintahan yang ada dan kemampuan sumber daya manusia. Atas dua strategi
tersebut, KSAP sepakat menggunakan strategi yang ke-2, dengan pertimbangan
sebagai berikut:
a.
SAP berbasis kas menuju akrual telah disusun
dengan mengacu pada beberapa referensi bertaraf internasional antara lain
IPSAS, Governmental Accounting Standards Board (GASB), dan Government Finance
Statistics (GFS), sehingga diharapkan SAP berbasis kas menuju akrual yang akan
disesuaikan menjadi akrual sudah dapat diterima umum;
b.
Mengurangi resistensi dari para pengguna SAP
(PP Nomor 24 Tahun 2005) terhadap perubahan basis akuntansi. Pengguna PP Nomor
24 Tahun 2005 masih dalam tahap pembelajaran dan perlu waktu yang cukup lama
untuk memahaminya sehingga apabila SAP akrual berbeda jauh dengan SAP berbasis
kas menuju akrual akan menimbulkan resistensi;
c.
Penyusunan SAP berbasis akrual relatif
menjadi lebih mudah karena sebagian dari PSAP berbasis kas menuju akrual (PSAP
Nomor 01, 05, 06, 07, dan 08 dalam PP 24/2005) telah berbasis akrual sehingga
hanya memerlukan penyesuaian beberapa PSAP berbasis akrual;
d.
Penerapan SAP berbasis akrual yang disusun
sesuai pola SAP berbasis kas menuju akrual lebih mudah bagi para pengguna
standar karena sudah disosialisasikan, dan para pengguna telah memiliki
pemahaman dan pengalaman terhadap SAP berbasis kas menuju akrual.
Perkembangan
terakhir, telah terbit Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang SAP
berbasis Akrual sebagai pengganti PP 24 tahun 2005. Kronologis terbitnya PP No.
71 tahun 2010 disajikan pada Lampiran I.
Jika dibandingkan dengan akuntansi
pemerintah berbasis kas menuju akrual, akuntansi berbasis akrual sebenarnya
tidak banyak berbeda. Pengaruh perlakuan akrual dalam akuntansi berbasis kas
menuju akrual sudah banyak diakomodasi di dalam laporan keuangan terutama
neraca yang disusun sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2005
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Keberadaan pos piutang, aset tetap, hutang merupakan bukti adanya proses
pembukuan yang dipengaruhi oleh asas akrual.
Ketika akrual hendak dilakukan sepenuhnya
untuk menggambarkan berlangsungnya esensi transaksi atau kejadian, maka
kelebihan yang diperoleh dari penerapan akrual adalah tergambarkannya informasi
operasi atau kegiatan. Dalam sektor komersial, gambaran perkembangan operasi
atau kegiatan ini dituangkan dalam Laporan Laba Rugi. Sedangkan dalam akuntansi
pemerintah, laporan sejenis ini diciptakan dalam bentuk Laporan Operasional
atau Laporan Surplus/Defisit.
Dengan demikian, perbedaan kongkrit yang paling memerlukan perhatian
adalah jenis/komponen laporan keuangan. Perbedaan mendasar SAP PP 24/2005
dengan SAP Akrual terletak pada PSAP 12 mengenai Laporan Operasional. Entitas pemerintah melaporkan secara transparan
besarnya sumber daya ekonomi yang didapatkan, dan besarnya beban yang
ditanggung untuk menjalankan kegiatan pemerintahan. Surplus/defisit operasional
merupakan penambah atau pengurang ekuitas/kekayaan bersih entitas pemerintahan
bersangkutan. Secara ringkas perbedaan komponen laporan
keuangan basis akrual dengan basis kas menuju akrual disajikan pada Lampiran
II.
Walaupun basis akrual
berlaku efektif untuk laporan keuangan
atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran mulai tahun 2010, tetapi apabila
entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP ini, entitas pelaporan dapat
menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual paling lama 4 (empat) tahun setelah
Tahun Anggaran 2010. Penerapan SAP Berbasis Akrual dapat dilaksanakan secara
bertahap dari penerapan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual menjadi penerapan SAP
Berbasis Akrual. Ketentuan lebih
lanjut mengenai penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap pada pemerintah
pusat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan, sedangkan untuk pada pemerintah
daerah diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (pasal 7 PP 71 tahun 2010).
Struktur SAP berbasis akrual (Lampiran I PP 71 tahun 2010):
1.
PSAP Nomor 01 tentang Penyajian Laporan
Keuangan;
2.
PSAP Nomor 02 tentang Laporan Realisasi
Anggaran;
3.
PSAP Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas;
4.
PSAP Nomor 04 tentang Catatan atas
Laporan Keuangan;
5.
PSAP Nomor 05 tentang Akuntansi
Persediaan;
6.
PSAP Nomor 06 tentang Akuntansi
Investasi;
7.
PSAP Nomor 07 tentang Akuntansi Aset
Tetap;
8.
PSAP Nomor 08 tentang Akuntansi
Konstruksi Dalam Pekerjaan;
9.
PSAP Nomor 09 tentang Akuntansi
Kewajiban;
10. PSAP Nomor 10 tentang Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi dan
Peristiwa Luar Biasa
11. PSAP Nomor 11 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian;
12. PSAP Nomor 12 tentang Laporan Operasional.
3.3 Tantangan
Akuntansi Berbasis Akrual
Keberhasilan perubahan akuntansi pemerintahan sehingga
dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih transparan dan lebih akuntabel
memerlukan upaya dan kerja sama dari berbagai pihak. Jika penerapan akuntansi
berbasis kas menuju akrual saja masih banyak menghadapi hambatan, lebih-lebih lagi jika
pemerintah akan menerapkan akuntansi berbasis akrual. Beberapa tantangan dalam implementasi akuntansi
pemerintahan berbasis akrual adalah:
1. Sistem Akuntansi dan IT Based System
Melihat kompleksitas implementasi akuntansi
berbasis akrual, dapat dipastikan bahwa penerapan akuntansi berbasis
akrual di lingkungan pemerintahan memerlukan sistem akuntansi dan IT based
system yang lebih rumit.
Selain itu perlu
juga dibangun sistem pengendalian intern yang memadai untuk memberikan keyakinan memadai
atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien,
keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan. Hal tersebut telah diamanatkan oleh Undang-Undang
No 1 tahun 2004 yang menyatakan “Dalam rangka
meningkatkan kinerja, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
negara, Presiden selaku Kepala Pemerintah mengatur dan menyelenggarakan Sistem
Pengendalian Intern di lingkungan pemerintah secara menyeluruh. SPI ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah. Untuk melaksanakan hal tersebut pada tahun 2008
telah terbit PP No 60 tentang Sistem Pengedalian Intern Pemerintah
2. Komitmen dari pimpinan
Dukungan yang
kuat dari pimpinan merupakan kunci keberhasilan dari suatu perubahan. Salah
satu penyebab kelemahan penyusunan Laporan Keuangan pada beberapa
Kementerian/Lembaga adalah lemahnya komitmen pimpinan satuan kerja khususnya
SKPD penerima dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan.
3. Tersedianya SDM yang kompeten
Laporan keuangan
diwajibkan untuk disusun secara tertib dan disampaikan masing-masing oleh
pemerintah pusat dan daerah kepada BPK selambatnya 3 (tiga) bulan setelah tahun
anggaran berakhir. Selanjutnya, selambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun
anggaran berakhir, laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK tadi
diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepada
DPR dan oleh Pemerintah Daerah kepada DPRD. Penyiapan dan penyusunan laporan
keuangan tersebut memerlukan SDM yang menguasai akuntansi pemerintahan.
Pada saat ini
kebutuhan tersebut sangat terasa, apalagi menjelang penerapan akuntansi
pemerintahan berbasis akrual. Untuk itu, pemerintah pusat dan daerah perlu
secara serius menyusun perencanaan SDM di bidang akuntansi pemerintahan.
Termasuk di dalamnya memberikan sistem insentif dan remunerasi yang memadai
untuk mencegah timbulnya praktik KKN oleh SDM yang terkait dengan akuntansi
pemerintahan. Di samping itu, peran dari perguruan tinggi dan organisasi
profesi tidak kalah pentingnya untuk memenuhi kebutuhan akan SDM yang kompeten
di bidang akuntansi pemerintahan.
4. Resistensi terhadap perubahan
Sebagai layaknya
untuk setiap perubahan, bisa jadi ada pihak internal yang sudah terbiasa dengan
sistem yang lama dan enggan untuk mengikuti perubahan. Untuk itu, perlu disusun
berbagai kebijakan dan dilakukan berbagai sosialisasi sehingga penerapan
akuntansi pemerintahan berbasis akrual dapat berjalan dengan baik.
KESIMPULAN
1 Salah satu misi pemerintahan Indonesia saat ini adalah mewujudkan
pemerintahan yang bersih. Upaya konkrit dalam mewujudkan transparansi dan
akuntabilitas di lingkungan pemerintah (daerah) mengharuskan setiap pengelola
keuangan daerah untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengelolaan
keuangan daerah.
2 Komponen-komponen yang
terdapat dalam satu set laporan keuangan terdiri dari laporan pelaksanaan anggaran (budgetary reports) dan laporan
finansial, sehingga seluruh komponen menjadi sebagai berikut:
1) Laporan Realisasi
Anggaran
2) Laporan Perubahan Saldo
Anggaran Lebih
3) Neraca
4) Laporan Operasional
5) Laporan Arus Kas
6) Laporan Perubahan Ekuitas
7) Catatan atas Laporan
Keuangan
3 Secara yuridis, keluarnya PP 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP) Akrual mengubah haluan basis akuntansi pemerintahan Indonesia dari dual
basis menjadi akrual penuh.
4 Keberhasilan perubahan akuntansi pemerintahan sehingga
dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih transparan dan lebih akuntabel
memerlukan upaya dan kerja sama dari berbagai pihak. Jika penerapan akuntansi
berbasis kas menuju akrual saja masih banyak menghadapi hambatan, lebih-lebih lagi jika
pemerintah akan menerapkan akuntansi berbasis akrual
silahkan berikan tanggapan, koreksi dan sarannya..
ReplyDelete