LATAR BELAKANG DAN SEJARAH IPDN

                                                 LATAR BELAKANG DAN SEJARAH IPDN


Awalnya, perkembangan sekolah kepamongprajaan di Indonesia tidak terlepas dari apa dan bagaimana pembelajaran ilmu pemerintahan, ilmunegara, ilmu politik, dan administrasi negara di Indonesia. Pada masa penjajahan kolonial Belanda, pembelajaran ilmu-ilmu ini sangat dilarang. Namun, di negeri Belanda, pengkajian ilmu pemerintahan masih tetap dilakukan, bahkan berada dibawah ilmu politik.
Mata kuliah ilmu pemerintahan disampaikan dalam bentuk ilmu hukum tata negara, untuk menghilangkan segi politis yang dianggap berbahaya bagi bangsa Belanda. Serta untuk meminimalkan keberadaan dan keinginan masyarakat pribumi (inlander) dalam mengurus dirinya sendiri.
Para lulusan APDN diberi gelar sarjana muda dengan singkatan BA (Bacaloriat of Art) dan untuk mendapatkan sarjana penuh, sebagian besar harus melanjutkan ke Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) di Jakarta atau berbagai perguruan tinggi lain baik negeri maupun swasta yang memiliki ilmu pemerintahan, ilmu politik, atau ilmu administrasi negara, dengan penyesuaian pada tingkat IV (semester 7).
Pada 1989, kedua puluh APDN ini diintegrasikan menjadi satu di wilayah Jatinangor, Jabar. Pada 14 Agustus 1992, sekolah ini berubah nama menjadi STPDN (Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri) dan diresmikan peningkatan statusnya oleh Presiden Soeharto. Setiap kelulusannya dikukuhkan oleh Presiden RI sebagai calon pamong prajamuda.
Perbedaan antara STPDN dengan IIP yaitu, STPDN cenderung mengkaji ilmu pemerintahan sebagai ilmu terapan (applied science) sehingga para lulusannya diharapkan menjadi kader pimpinan pemerintahan dalam negeri yang siap pakai oleh para pengguna. Sayangnya, perubahan sistem pendidikandari tahun ke tahun tidak diikuti dengan perilaku perubahan perilaku praja.
Dalam proses perkembangan selanjutnya dikeluarkan Keputusan Presiden No.42 Tahun 1992, yang mengubah APDN menjadi Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri disingkat menjadi STPDN. Bagi lulusan Program D-IV STPDN berhak menyandang gelar "SSTP" (“Sarjana Sains Terapan Pemerintahan”). Lulusan atau alumni STPDN diharapkan memiliki tiga kompetensi dasar yaitu:
Kepemimpinan (Leadership),
Kepelayanan (Stewardship),
Kenegarawanan (Statemanship).
Pada 10 Oktober 2007, IPDN kembali diubah menjadi Institut Ilmu Pemerintahan (IIP), namun IIP yang baru ini tidak akan hanya mempunyai kampus di Jatinangor, melainkan juga di beberapa daerah lain seperti Bukittinggi (Sumatera Barat), Rokan Hilir (Riau), Makassar (Sulawesi Selatan), Manado (Sulawesi Utara), Mataram (Nusa Tenggara Barat), Kubu Raya (Kalimantan Barat), dan Jayapura (Papua). IIP juga akan berbeda dari IPDN dari segi sistem pendidikannya, meskipun pada saat keputusan perubahan ini diambil sistem pendidikan yang baru tersebut belum diatur secara dirinci.
Seiring dengan tuntutan kebutuhan sumber daya manusia berkualitas di lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, STPDN segera merespons dengan membuka Program Pengembangan Pendidikan Magister (S2).
Alasan pengembangan program studi
Terdapat beberapa alasan STPDN menyelenggarakan berbagai program pendidikan baik yang bersifat diploma atau profesional maupun akademik yaitu:
Alasan program studi: Ditinjau dari sudut substansi pendidikan, STPDN diberi otoritas untuk menyelenggarakan program pendidikan Profesional dan Akademik, namun selama ini baru melaksanakan program Diploma IV Pemerintahan. Padahal dengan adanya Otonomi Daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab, diperlukan ahli-ahli pemerintahan daerah pada tingkat Magister.
Alasan yuridis: Ditinjau dari kebijakan pendidikan tinggi kedinasan lembaga pendidikan di lingkungan Departemen Dalam Negeri serta berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku (PP Nomor 60 Tahun 1999), terdapat cukup alasan yuridis untuk mempertahankan dan mengembangkan STPDN dengan membuka pendidikan S2.
Alasan akademik: Ditinjau dari segi akademik, STPDN saat ini mempunyai otoritas, kapasitas dan kapabilitas untuk mengembangkan disiplin pemerintahan sebagai ilmu dan keahlian. Jumlah dan kualitas tenaga pengajar, perpustakaan maupun dukungan sarana maupun prasarana pendidikan untuk mengembangkan program-program lain di luar program D-IV cukup memadai.
Alasan historis: STPDN yang berawal dari dua puluh APDN daerah berdasarkan KEPRES No. 42 Tahun 1992, mempunyai pengalaman luas dan strategis dalam pengelolaan pendidikan tinggi di jajaran Departemen Dalam Negeri, yang sejak awal mempunyai komitmen untuk mendidik kader Pimpinan Pemerintahan (Pamong Praja), melalui pendekatan Akademik dan Praktis. Untuk kepentingan tersebut, kurikulum disusun, disesuaikan dan ditingkatkan berdasarkan kebutuhan dan tuntutan keilmuan, keterampilan dan kepribadian guna melaksanakan tugas di lingkungan Pemerintahan Dalam Negeri secara proporsional dan profesional.

Alasan empiris: Alumni STPDN Program D-III dan D-IV sampai Angkatan Ke-XII berjumlah 8.496 orang dengan penugasan yang tersebar pada seluruh propinsi di Indonesia. Di antara mereka secara terbatas sudah melanjutkan S1 dan S2 di Perguruan Tinggi Negeri atau Swasta. Mereka pada umumnya telah menduduki jabatan pada jenjang menengah ke bawah pada jajaran pemerintahan provinsi maupun daerah kabupaten/kota. Dengan demikian terbuka peluang untuk menampung hasrat alumni untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi sesuai tuntutan kebutuhan kedinasan.

0 comments: