MENGINTIP SEKOLAH PAMONG DI PRANCIS DAN JEPANG

MENGINTIP SEKOLAH PAMONG 
DI PRANCIS DAN JEPANG
                                             
                                                        Oleh NP. Adfin Rochmad Baidhowah

            Kaderisasi kepemimpinan merupakan hal yang teramat penting dalam suatu negara yang difungsikan untuk kelanjutan roda pemerintahan. Tak ubahnya di Indonesia yang menyiapkan kader pemrintahan dalam negerinya lewat pendidikan kepamongprajaan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Ribuan alumni telah menyebar keseluruh nusantara dan seluruh jabatan strategis pemerintahan. Pribahasa tak ada gading yang tak retak adalah kalimat yang tepat untuk diungkapkan agar selalu dilakukan perbaikan dengan salah satu carany, yaitu dengan melakukan studi banding ke lembaga yang memiliki kemirirpan di negara-negara maju.
            Prancis dan Jepang adalah Negara yang dikenal memiliki korps pegawai negeri yang yang berkualitas dan orang-orang terbaik yang sangat berkontribusi dalam kemajuan bangsanya. Walaupun sistem pengelolaan lembaga kaderisasi dua negara ini berbeda, namun memilik tujuan yang sama yaitu menyiapkan pegawai negeri yang unggul dan handal di bidangnya.

      1.  Ecole National d’Administration (ENA) Prancis

Ecole National d’Administration (ENA)


Lembaga ini telah dikenal luas sebagai lembaga yang berhasil menghasilkan elite birokrat di Prancis. Hal tersebut dibuktikan dengan dua dari tiga Presiden Prancis dan enam dari delapan Perdana Menteri adalah lulusan ENA. Sebut saja Presiden Jacques Chiraq, mantan Presiden Valery Giscard d’estaing, Perdana Menteri Edward Balladur, Michel Rocard, Allain Juppe, Laurent Fabius, Lionell Jospin, Jean Marie Messier, Mantan Presiden Direktur Vivendi Universal, dan Pascal Lamy, direktur Perdagangan di EU.

ENA didirikan pada tahun 1945 di mas apemerintahan Charles de Gaulle. ENA dibangun sebagai lembaga yang mampu melakukan reformasi di bidang pemerintahan. Dengan maksud tersebut tak dapat dipungkiri jika ENA didesain dengan kurikulum yang berciri applied-training oriented, dan untuk menghasilkan lulusan yang berwawasan nasional maupun global ENA tetap menyediakan materi ilmu dasar seperti hukum, administrasi public, ekonomi, manajemen sumber daya, dan berbagai keahlian yang sangat dibutuhkan oleh seorang birokrat, legal drafting, negosiasi, bahasa, dan penguasaan IT, sehingga menghasilkan pemimpin yang mampu membawa Prancis Berjaya di kancah dunia.

System pendidikan di ENA dimulai dari proses rekrutmen calon kader diseleksi diantara pegawai negeri, lulusan terbaik dari berbagai perguruan tinggi di Prancis, dan warga Negara Prancis yang bekerja di sector swasta yang berminata berkarier di bidang Pmerintahan. Proses rekrutmen ditempuh dalam waktu tiga bulan dan diakiri dengan grand interview selama 45 menit. Proses ini sangat meletihkan karena selama tiga bulan tersebut peserta belum resmi menjadi peserta ENA dan pada wawancara tersebut masih besar kemungkinan peserta akan dicoret bila dianggap gagal dan tidak memenuhi persyaratan. Dan setiap tahunya ENA akan mwnghasilkan 120 lulusan ENA.

Lulusan 20 terbaik secara otomatis akan menempati jabatan penting tanpa mengajukan lamaran ataupun proses administrasi lainya, sementara itu jabatan penting lainya akan diberikan kepada sisa lulusan ENA. tidak ada satupun ENA yang mencari pekerjaan setelah menempuh pendidikan selama 27 bulan.

Dalam upaya menjaga kualitas, ENA memilik dewan direksi yang terdiri dari kalangan birokrat seperti wapres, direktorat pendidikan tinggi, akademisi, wakil alumni, departemen dalam negeri, departemen luar negeri, wakil dari kalangan pengusaha, dan badan kepegawaian Negara. Dengan komposisi tersebut, ENA memiliki kemampuan yang besar untuk menyelaraskan system pendidikan dengan kebutuhan pasar dan secara cepat menyerap aspirasi masyarakat.

      2. Local Autonomy College Jepang

Local Autonomy College (Jepang)

Setelah perang dunia ke II, system ototnomi daerah dibentuk dibawah konstitusi baru Jepang. Demokratis dan manajemen administrasi daerah yang efisien memberikan syarat untuk dibentuknya suatu lembaga yang memberikan pendidikan berkualitas pada birokrat. Situasi tersebut direspon Pemerintahan Jepang dengan didirikanya Local Autonomy College pada Oktober 1953 sebagai pusat pendidikan di pinggiran Kota Tokyo.

Untuk masuk ke Local Autonomy College ini bukan perkara mudah karena dlakukan seleksi ketat sehingga hanya pegawai yang memang dianggap mampu yang mengikuti pendidikan ditempat ini. Untuk mengetahui kesesuaian antara system pendidikan dan kebutuhan dilapangan, lembaga ini punya dewan pendidikan yang berasal dari berbagai perguruan tinggi terkemuka yang bertugas untuk menggodok system dan kurikulum yang diperlukan. Sehingga banyak literature yang menyatakan bahwa PNS Jepang dekinal pintar, unggul, bersih, jujur, memiliki loyalitas, dan dedikasi terhadap pekerjaan dan bangga dengan pekerjaanya. Hal tersebut terbukti dengan minat masyarakat yang begitu tinggi terhadap bidang pekerjaan pemerintahan dengan penghasilan yang sama dengan pekerja diperusahaan. Sebagai ilustrasi, seorang sarjana yang diterima sebagai PNS masa kerja 0 tahun akan mendapatkan gaji 180.000 yen atau sekitar 14,5 juta. Gaji tersebut sama dengan haji yang diberikan oleh perusahaan untuk kategori yang sama.

Local Autonomy Collage tidak hanya memberikan jenis pembelajaran disiplin, hukum, ekonomi, administrasi public, kebijakan public, dan keuangan daerah tetapi juga teori New Public Manajemen (NPM), teori partisipasi masyarakat, dan metode manajemen resiko.

                                                                                    Oleh NP. Adfin Rochmad Baidhowah

            

0 comments: