Koalisi
Partai Islam: Mungkinkah?
(Oleh. Zulfikri Armada, S.IP)
Artikel ini berangkat dari sebuah pertanyaan sederahana
dari sahabat saya ketika kami sedang melihat perkembangan hasil quick count
pemilu 2014 di Televisi, “fik, mungkin ngak ya partai islam berkoalisi?”
spontan saya menjawab “mungkin saja”. Jawaban sederhana tersebut saya
lontarkan karena hasil quick count memperlihatkan jumlah perolehan partai islam
(PKS, PAN, PKB, PPP, PBB) yang mencapai 30%, artinya secara teoritik, legalistik
dan empiris, dimungkinkan untuk mengajukan pasangan capres dan cawapres
sendiri.
Lebih lanjut pertanyaan tersebut mulai mengusik fikiran
saya untuk mengulasnya lebih lanjut, apalagi belakangan mulai ramai juga
diperbincangkan kemungkinan “islah” nya partai Islam untuk mampu membangun
poros koalisi baru di Pilpres Juli mendatang. Jika kita lebih jeli mengamati
pencapaian “fantastis” yang diperoleh pada 9 April lalu, perolehan yang mampu merobohkan semua hasil berbagai macam survey pra-Pileg yang
meramalkan bahwa rata-rata partai Islam hanya memperoleh 2-3% suara saja.
Sadarkah elit parpol Islam bahwa 2014 ini bisa menjadi momentum kebangkitan
mereka.
Parpol Islam Berpotensi Galang Koalisi Mandiri |
Dalam sejarahnya kesatuan partai islam dalam bentuk
konvensi baru sekali terlaksana pada
November 1945 yang melahirkan Masyumi sebagai satu-satunya Parpol Islam
di Indonesia. Kemudian periode selanjutnya mulai terjadi disharmonisasi,
perselisihan dan perpecehan, dengan puncaknya keluarnya Nahdatul Ulama (NU)
dari masyumi pada tahun 1952 melalui muktamar NU di Palembang. Babak selanjutnya
pada era reformasi, partai islam melalui tangan dingin Amien Rais mampu
berkonsolidasi kembali membentuk poros tengah yang akhirnya mengantarkan
KH.Abdurrahman Wahid duduk sebagai RI1 pada tahun 1999.
Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Fachri Ali
menilai PKB, PAN, PPP, PKS dan PBB berpotensi mengulang koalisi poros tengah 1999. “Syaratnya koalisi hanya satu, pimpinan
lima parpol itu harus punya keberanian mengambil sikap politik”[1]. Dan dalam hal ini penulis
sependapat dengan Fachri Ali, harus ada keberaian dan political will yang kuat jika ingin momentum akan kerinduan publik
atas corak politik Islam di 2014 ini tidak sekedar berlalu saja.
Penulis menangkap ada kerinduan dan harapan besar dari
publik Indonesia pada partai Islam untuk mampu memberikan warna baru dalam
perpolitikan nasional. Kemungkinan “islah Politik” Parpol Islam terbuka lebar
dan dengan kekuatan 30% suara pileg potensi untuk menang juga bukan mimpi
disiang bolong. Untuk persoalan figur yang bakal diusung, banyak tokoh dengan
track record bersih yang memiliki
kedekatan dengan Parpol Islam, sebut saja Anies Baswedan, Mahfud MD, Jusuf
Kalla, Hatta Rajasa, Abraham Samad, dsb.
Namun
untuk mewujudkan kembali koalisi poros tengah ada beberapa permasalahan yang
cukup pelik yang dihadapi antara lain: Parpol Islam cenderung oportunis dan
cari aman dalam berkoalisi sehingga lebih suka menempel kepada kubu yang
potensial menang; Kemudian belum ada
tokoh kuat yang mampu megkonsolidasikan parpol Islam kedalam satu kekuatan;
Selanjutnya, tidak ada unifikasi dalam tataran praktik maupun dalam warna
berpolitik para Parpol Islam di Senayan jika dibandingkan dengan Partai
Nasionalis, sehingga membuat basis konstituen menjadi tidak kokoh; Sebagian
Parpol Islam masih belum mampu “move on”
dari kenangan pahit pelengseran Gusdur terlebih lagi kubu PKB.
Kembali penulis sampaikan jika Parpol Islam memiliki
keberanian dan political will yang
kuat maka koalisi parpol islam mampu merobah peta perpolitikan secara
besar-besaran. Jika hal ini benar-benar
terwujud maka momentum atas kerinduan publik akan corak politik islam bisa
terpelihara dalam suasana kebatinan politik yang sangat decisive/menentukan ini. Pertanyaan terakhir dari penulis: “Cukup
cerdaskah partai politik Islam menangkap peluang sejarah yang begitu besar
ini?”
Entahlah,,,, Wassalam.(ZA)
0 comments: