DISKRIMINASI PROFESI DALAM UU APARATUR SIPIL NEGARA (ASN)

DISKRIMINASI PROFESI DALAM UU ASN
Oleh : Empi Muslion
PNS pada Setjen DPD RI,
Purna Praja, Alumnus Universitas Lumiere Lyon 2 dan ENTPE Perancis

Awal tahun 2014, PNS Indonesia sebagai salah satu elemen personifikasi negara, dihadiahi sebuah kado istimewa untuk perlindungan terhadap profesi mulianya, tentu disamping peningkatan kompetensi dan kualifikasi dirinya. Yakni disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Dibalik maksud baik pembuatan UU ini, yakni untuk menjadikan PNS sebagai sosok yang berintegritas, profesional, netral, apolitis, bebas KKN, nasionalis, dan sebagainya. Ada terselip pasal yang menurut saya menjegal eksistensi PNS untuk berbuat lebih jauh lagi bagi negara ini. Hal tersebut menyebabkan keadilan profesi di Indonesia dalam mengaktualisasikan dirinya tidak setara dan diskriminasi. Terutama bagi profesi PNS yang teramputasi haknya memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

Pasal tersebut adalah pasal 119 dan 123 ayat (3) yang intinya jika PNS mencalonkan diri atau dicalonkan untuk menduduki jabatan negara (Presiden dan Wakil Presiden; ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat; ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah; gubernur dan wakil gubernur; bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota), mereka diwajibkan menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon.

Profesi PNS

Bahwasanya Pegawai Negeri Sipil, adalah sebuah profesi dan sebuah pekerjaan. PNS sama halnya dengan profesi lainnya seperti pengacara, akuntan publik, notaris, pengusaha, konsultan, artis, wartawan, petani, buruh pabrik dan sebagainya.

Sebagaimana pengertian ASN yang termaktub dalam  UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, bahwasanya ASN itu adalah sebuah profesi yang menyatakan bahwa : “Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.”

Karena PNS adalah profesi maka PNS selaku warga negara berhak untuk mendapatkan perlindungan profesi dari negara, dan ini dijamin oleh konstitusi UUD 1945 yakni; pasal 27 ayat (2) yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Pasal 28 D ayat (2) yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.” Oleh sebab itu,  PNS sebagai sebuah profesi, maka segala hak dan kewajiban PNS haruslah sama, adil dan setara dengan segala macam jenis pekerjaan dan profesi yang ada di Indonesia.

Diskriminasi Profesi

Profesi PNS dalam kaitannya dengan pengejewantahan UUD 1945 yakni hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan, sebagaimana yang dijamin dalam Pasal 27 ayat (1) “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Dan Pasal 28 (D) ayat (3) yang berbunyi “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.” Maka profesi PNS  untuk menduduki jabatan negara adalah hak azazi mereka yang tidak boleh dibatasi dan diamputasi.

Namun akibat pemberlakuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 pasal 119 dan 123 ayat (3) tersebut, menimbulkan konsekuensi diskriminasi terhadap persamaan hak didepan hukum dan pemerintahan bagi PNS. Dimana PNS jika mencalonkan diri atau dicalonkan untuk menduduki jabatan negara (sebagaimana yang disebutkan diawal), mereka diwajibkan menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon.

Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar bagi keberadaan profesi PNS, mengapa bagiPNS jika mereka mencalonkan diri atau dicalonkan untuk menduduki jabatan negara tersebut, mereka harus mengundurkan diri sejak pencalonannya ? disini sangat kentara terlihat perlakuan yang tidak adil dan tidak sama perlakuannya dengan profesi lainnya. Mengapa hak azazi mereka untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan diamputasi dan  didiskriminasi ?

Jika kita bandingkan dengan profesi lainnya, maka sangat terlihat dengan jelas betapa diskriminasi profesi sangat kentara dililitkan pada profesi PNS. Diantaranya dapat kita bandingkan dengan beberapa profesi yang telah memiliki kekuatan hukum, seperti profesi advokat yang diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2003, bagi advokat jika mereka menjabat dalam jabatan negara sebagaimana yang diatur dalam pasal (20) ayat (3)  bahwa “Advokat yang menjadi pejabat negara, tidak melaksanakan tugas profesi advokat selama memangku jabatan tersebut.”

Dalam UU ini jika advokat mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi pejabat negara tidak ada aturan yang mewajibkan advokat untuk berhenti dari profesi keadvokatannya. Hanya tidak boleh melaksanakan tugas profesi advokat selama memangku jabatan negara, artinya jika tidak menjadi pejabat negara lagi mereka bisa otomatis kembali menjadi advokat.

Begitupun halnya dengan profesi notaris, yang dikuatkan dengan UU nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Pasal 11 ayat (1) “Notaris yang diangkat menjadi pejabat negara wajib mengambil cuti.”Ayat (2) “Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama Notaris memangku jabatan sebagai pejabat negara.” Ayat (6) “Notaris yang tidak lagi menjabat sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjalankan kembali jabatan Notaris dan Protokol Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diserahkan kembali kepadanya.”

Dalam UU tentang jabatan notaris ini, diakui dan dilindungi hak warga negara dalam menjalankan profesinya dan hak politiknya untuk menduduki jabatan negara. Tidak ada klausal yang mewajibkan profesi notaris untuk menyatakan pengunduran diri dari profesinya secara tertulis jika mencalonkan diri atau dicalonkan untuk menduduki jabatan negara. Tetapi diwajibkan cuti selama memangku jabatan negara, dan dipulihkan kembali profesi notarisnya jika sudah tidak mengabdi lagi di jabatan negara, sangat adil dan fair.

Begitupun dengan profesi lainya, seperti profesi akuntan publik, profesi dokter, profesi guru dan dosen yang bukan PNS dan berbagai profesi lainnya.

Beberapa contoh perbandingan profesi diatas yang ada di Indonesia, yang sudah jelas diatur dalam UU,  berbeda sekali perlakuan yang disematkan bagi profesi PNS yang mana jenis, materi dan subjek hukumnya sangat sama yakni untuk menduduki jabatan negara.

Perbandingan jenis profesi ini akan sangat panjang dan akan semakin kelihatan diskriminasinya jika kita tambah perbandingannya dengan berbagai macam jenis profesi lainnya yang tidak atau belum diatur oleh Undang Undang, seperti profesi pengusaha, profesi buruh, profesi petani, profesi wartawan, profesi artis dan sebagainya. Mereka bebas mencalonkan dirinya dalam jabatan negara apapun dan apabila tidak terpilih atau telah selesai pengabdiannya sebagai pejabat negara mereka bisa kembali menekuni profesi awalnya. Sehingga hak azazi mereka untuk kembali beraktifitas pada jenis pekerjaan/profesi mereka semula tidak hilang dan dilindungi.

Adanya diskriminasi terhadap jenis profesi ini, maka bagi PNS menimbulkan akibat hukum yakni terjadinya pelanggaran dan pengingkaran terhadap hak azazi PNS sebagai warga negara sebagaimana yang dijamin oleh UUD 1945 yakni, Pasal 28 I ayat (2) yang berbunyi : “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”

Karena itu seyogyanya UU ASN ini dikaji kembali oleh segenap elemen bangsa terutama PNS sendiri jika ingin membangun bangsa ini dalam koridor keadilan, kesetaraan dan kebersamaan.


0 comments: