CINTA....
ya, kata-kata ini sepertinya tidak sedikitpun berkurang pesonanya untuk
diperbincangkan dari sejak awal mula nabi adam diciptakan hingga era romeo dan
juliet mulai diproklamirkan. Banyak
orang mereguk bahagia karena cinta, tertawa karena cinta, bahkan meraih surga
pun juga karena cinta, menderita dan menangis pilu karena cinta, dan malangnya
bahkan ada yg sampai terseret ke jurang kenistaan juga karena cinta.
cinta
baik dilihat dari dimensi dahulu, kini dan akan datang ternyata memiliki dua
wujud yang berbeda, tergantung bagaimana kita menterjemahkannya. Dengan
perbedaan prespektif dalam mendefinisikan cinta itu lah, kita mendapatkan penafsiran
cinta yang berbeda-beda. Seperti yang saya utarakan diatas, ada cinta yang
mengantarkan orang kepada kebahagiaan dan ada pula Cinta yg hanya memberikan
kita kegalauan tak berujung.
Kenapa
bisa demikian? bukankah cinta itu sebenarnya merupakan
suatu yang hakiki, fitrah manusia, bahkan cinta juga merupakan salah satu sifat Allah SWT, Ar-Rahman, Ar-Rohim. Lalu bagaimana mungkin sesuatu yang baik dapat melahirkan keburukan?.
suatu yang hakiki, fitrah manusia, bahkan cinta juga merupakan salah satu sifat Allah SWT, Ar-Rahman, Ar-Rohim. Lalu bagaimana mungkin sesuatu yang baik dapat melahirkan keburukan?.
Apa
daya, ternyata yang terjadi sebenarnya bukan cinta yang menyesatkan orang ke
lembah penderitaan, tetapi kesalahan orang
tersebut dalam mengartikan cinta itu sendiri lah yang membuat mereka terpedaya
dan terjerembat didalam lingkaran penderitaan. Kita kadang tidak mampu
menempatkan dengan benar wujud dan substansi dari cinta itu sendiri. Sehingga
tercampur aduklah cinta dengan nafsu, cinta dengan ketamakan, cinta dengan
kesombongan, dan cinta dengan kekufuran.
Wah,
wah, ternyata kita kadang kita merasa memperjuangkan cinta, memiliki cinta,
tetapi kenyataannya yang kita punya itu tak lebih dari racun kehidupan.
Cinta
itu, harus disandarkan kepada keimanan dan ketaqwaan standarnya hanya sang
Khalik yang boleh mendefinisikan. Saya coba sedikit kaitkan dengan teori Thomas
Aquinas (filsuf besar abat pertenahan eropa) tentang hukum kodrati, bahwa
kekuasaan tidak dapat membenarkan dirinya senidiri. Kekuasaan hanyalah suatu
kenyataan fisik dan sosial, tetapi tidak memuat suatu wewenang. Thomas
berpendapat bahwa tiidak ada seorang manusia yang secara asali mempunyai
wewenang atas masnusia lain. Yang berwenang hanyalah satu yaitu sang-Maha
Pencipta. Begitu pulalah dengan cinta kalau kita ibaratkan cinta itu adalah
kekuasaan, maka tidak ada satu orangpun yang dapat membenarkan bagaimana itu
cinta dan sperti apa cinta harus dilakukan kepada orang lainya, “kamu harus jadi pacar aku kalo cinta, kamu harus belikan aku rumah mewah kalau cinta, kamu
rampok Bank itu kalo cinta ” kalau sudah begitu kan kacau urusannya.
Cinta
itu standarnya ya harus dikembalikan kepada Sang Pencipta, Allah SWT.
Pendefinisian cinta yang salah hanya
akan mendatangkan keburukan. Cinta sejatinya merupakan energi besar yang tidak
hanya dapat mengantarkan satu individu untuk menngapai kebahagiaan pribadi saja,
tetapi dengan cinta jugalah kita dapat mewujudkan kehidupan umat manusia yang
lebih baik.
Dengan
cintalah Rasulullah membimbing umat manusia menuju peradaban gemilang, dengan
cintalah para Ibu dan Ayah berjuang membanting tulang demi masa depan anaknya yang lebih baik,
karena cintalah Jendral Soedirman bertahan bergeriliya di medan tempur hutan belantara, walau paru-paru hanya berfungsi sebelah saja, karena cintalah para
pejuang rela mengorbankan nyawa agar negara ini merdeka. Dengan cintalah kita
mampu merealisasikan kemanusiaan yang adil dan beradab, mewujudkan keadilan
sosial, dan menciptakan persatuan dan kesatuan, baik pada tataran regional,
nasional, maupun internasional.
Cinta
itu bukan urusan yang remeh-temeh, cinta mampu memberikan kita letupan energi
dan keikhlasan yang sungguh tidak dapat ternilai harganya.
Manusia
memang tak luput dari kesalahan, mari kita tempatkan kembali cinta sesuai
dengan wujudnya yang benar, mari kita redefinisi ulang apa itu cinta sesuai
dengan yang telah digariskan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Cinta itu merupakan
kekuatan, cinta tidak boleh melemahkan, karena dengan cintalah kita mampu
meraih peradaban.
Jangan
sampai kita para generasi muda memuja-muja “cinta” yang sebenarnya bukan cinta. intinya jangan sampai salah “cinta” (jadi berbelit-beli gini kata-katanya).
Ah
sudahlah, Salam hangat penuh cinta bagi pembaca sekalian.. :)
*Zulfikri
Armada*
:)
ReplyDelete